Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa SNI keramik yang sudah diberlakukan secara wajib akan direvisi untuk memungkinkan penjualan produk yang berstandar di bawah ketentuan yang sudah ada.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kementerian Perindustrian) Harjanto menjelaskan bahwa dalam proses pembuatan keramik, khususnya keramik ubin, akan ada produk jadi yang berstandar lebih rendah akibat proses pembakaran maupun pemotongan.
“Kita tidak bisa memungkiri ada yang kualitas dua dan tiga. Bikin keramik itu kan perlu energi, perlu gas. Kalau kita leburkan begitu saja [yang sudah jadi] kan sayang. Ini yang akan kami bicarakan lagi dengan BSN [Badan Standardisasi Nasional] dan Kementerian Perdagangan,” ujarnya, Kamis (17/3/2016).
Dia mengatakan bahwa BSN sempat mengusulkan agar pemberlakuan SNI keramik secara wajib dapat ditunda agar tidak terjadi masalah di lapangan akibat peredaran keramik dengan kualitas kedua dan ketiga. Namun, pihaknya bersikeras agar SNI yang ada tetap dipertahankan untuk menjaga kualitas produk, khususnya produk impor.
“Kemenperin tetap mempertahankan adanya standar, karena itu kan konsensus antara semua stakeholder yang ada. Kan trennya sebenarnya makin ke sana makin dibangun standarnya. Bukan malah diturunkan. Sekarang tinggal bagaimana mengatur yang kualitas dua dan tiga ini supaya tidak jadi masalah,” jabarnya.
Menurutnya, pemerintah juga perlu membahas secara komprehensif agar revisi SNI nantinya tidak turut mempermudah produk impor substandar masuk ke pasar lokal. Sebab tujuan awal SNI ialah untuk melindungi konsumen, produsen dan pasar dalam negeri.
“Takutnya kalau mengatur ada diperbolehkan kualitas dua dan tiga, nanti barang dari luar [bukan kualitas utama] juga masuk. Sebelumnya sudah beberapa kali rapat mengenai ini, tapi belum ada kesepakatan. Kita harapkan tahun ini rampung,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan bahwa sudah ada kesepahaman antara pelaku industri dan pemerintah yang dalam hal ini ialah Kemenperin, BSN dan Kementerian Perdagangan atas persoalan keramik berkualitas substandar tersebut.
“Pengertian wajib SNI itu kan luas. Jadi kami harap pengertian wajib itu bukan dari sisi perdagangannya, tapi dari sisi semua industri wajib memiliki produksi yang ber-SNI. Sementara yang non-SNI ini tetap bisa diperdagangkan, kan ini sebenarnya juga bukan barang yang berbahaya,” katanya.