Bisnis.com, JAKARTA – Negara Asean belum menyepakati definisi produk Asean untuk tiga sektor yakni pangan olahan, otomotif serta material bangunan dan konstruksi.
Perdebatannya ialah mengenai apakah produk tersebut harus diproduksi dan diperdagangkan di Asean, atau apakah bisa hanya dengan memilih antara diproduksi atau diperdagangkan di kawasan Asean.
Chairman Asean Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ) Kukuh S. Achmad mengatakan bahwa Indonesia secara konsisten meminta agar definisi produk untuk tiga sektor tersebut haruslah diproduksi di Asean.
“Itu hanya bisa diberlakukan kalau semua negara Asean sepakat, kalau tidak ya ditunggu. Seperti yang pangan, hanya Indonesia yang belum sepakat, yang sembilan sudah. Mereka pilih definisi yang diproduksi dan/atau diperdagangkan di Asean. Kalau kita maunya harus diproduksi juga,” ujarnya, Selasa (19/1/2016).
Dia menjelaskan bahwa posisi tawar-menawar definisi produk tersebut berbeda untuk tiap sektor, tergantung dengan kondisi negara tersebut. Kendati untuk sektor pangan Indonesia sendirian dalam mempertahankan pandagangan tersebut, untuk sektor otomotif sendiri ada empat negara lain yang sependapat dengan Indonesia.
“Ini sebenarnya agak aneh, karena di sektor pangan posisinya sembilan banding satu, tapi di otomotif itu 5 negara banding 5 negara. Ya Indonesia yang konsisten di sini,” jelasnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan bahwa pemberlakuan harmonisasi standar mestinya dapat dilaksanakan segera. Menurutnya, apa pun definisi produk Asean yang ditetapkan oleh ACCSQ tidak terlalu berpengaruh kepada pelaku usaha nasional. Yang terpenting ialah kesegeraan dalam penyelarasan tersebut.
“Saya kira [apa pun definisinya] tidak masalah. Kita bisa saja mengikutinya. Prinsipnya karena kita sudah terintegrasi, harus segera ada harmonisasi. Seperti logo halal dan label. Sekarang masih sendiri-sendiri. Kalau ada standar akan memperlancar perdagangan,” ujarnya.