Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha logistik mendorong pemerintah untuk membentuk suatu badan yang mengkoordinasikan logistik dan rantai suplainya. Selanjutnya, Sistem Logistik Nasional yang telah dibangun dapat dipertegas menjadi undang-undang.
Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki N Hanafi menyampaikan biaya logistik domestik di Indonesia sangat tinggi mencapai 29%-30% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menyatakan biaya logistik nasional sebesar 24,6% dari PDB.
Menurutnya, angka yang dikeluarkan Bank Dunia merupakan indeks perfoma logistik yang diukur berdasarkan arus cross border atau antarnegara sehingga lebih bersinggungan pada ekspor dan impor. Badan logistik nasional tersebut, jelasnya, juga dapat memperhitungkan performa logistik yang terjadi di dalam negeri.
“Kita mendorong terbentuknya badan logisik nasional karena cukup berhasil di Thailand dan Singapura. Nantinya, sementara di bawah presiden langsung. Badan juga untuk mengkoordinasikan logistik via udara, laut, dan darat,” katanya, Minggu (20/12/2015).
Selain itu, Sistem Logistik Nasional (sislognas) yang sudah ada dapat ditingkatkan, paparnya, dapat ditingkatkan ke aturan tertinggi seperti undang-undang. Langkah tersebut diyakini dapat mempercepat gerak implementasi sislognas dengan menyesuaikan kondisi terkini.
Cetak biru (blue print) Sislognas telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.26/2012 sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Menurut data dari Supply Chain Indonesia, konsep maritim sislognas membatasi pergerakan kapal asing hanya sampai pelabuhan tertentu, yakni di barat hanya sampai Pelabuhan Kuala Tanjung dan di bagian timur di Pelabuhan Bitung sehingga perlu diubah.
“Logistik dan supply chain belum ada satu kementerian pun yang bertanggung jawab. Hampir semua kementerian punya logistik, harusnya pemerintah berani memutuskan [yang mana],” ujar Yukki.
Dia juga berharap pemerintah mengatur suku bunga yang sekarang telah mencapai 13%-14% per tahun. Padahal, nilai investasi berbeda di setiap mata rantai logistik, baik pengangkutan, pergudangan, dan sebagainya. Pengusaha logistik juga menurunkan target pertumbuhan pendapatannya hingga 10% tahun depan karena melihat kondisi ekonomi yang belum stabil.