Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian merevisi aturan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) minyak goreng secara wajib dengan menambah aturan teknis seperti peralatan uji mutu, kadar vitamin, sistem sertifikasi dan manajemen mutu.
Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 35/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Sawit Secara Wajib diundangkan pada 26 Maret 2015.
Pada beleid sebelumnya, aturan SNI wajib ini seharusnya berlaku pada 15 bulan sejak diundangkan atau 28 Maret 2015.
Dengan hadirnya perubahan Permen SNI Minyak Goreng Sawit secara Wajib tersebut, pemberlakuan diundur hingga 27 Maret 2016.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim mengatakan dengan beragam penelitian terkait kadar vitamin A, Kementerian Kesehatan merekomendasikan pengurangan kadar vitamin A menjadi 20 IU yang sebelumnya 40 IU.
“Kajian terkini dari Kemenkes memang kadar itu [20 IU] cukup saat ini. Lagi pula pemenuhan di lapangan kalau menggunakan nilai sebelumnya belum bisa diterapkan dengan baik,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (13/4).
Disebutkan dalam Permen 35/2015 Pasal 4 Ayat 4 tertulis minyak goreng sawit dengan kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang beredar wajib mengandung kadar vitamin A paling sedikit 20 IU. Kemasan yang dimaksud merupakan kapasitas minyak goreng sampai 1.000 kg dalam satu kemasan.
Selain itu, perubahan juga terjadi pada Pasal 2, jika pada aturan sebelumnya hanya memuat satu (1) ayat, pada aturan terbaru ditambah dengan satu ayat. Pasal 2 Ayat 2 disebutkan, peralatan uji mutu berupa Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (High Performance Liquid Chromatography) atau alat uji kadar vitamin A lainnya.
Abdul mengatakan peralatan HFLC sebagai alat ukur vitamin A diakui cukup mahal, berkisaar Rp2 miliar, sehingga industri kelas kecil menengah akan mengalami kesulitan. Maka dari itu, alat uji kadar vitamin A lain dipersilahkan.
“Tetap harus punya alat uji kadar, karena penting untuk sertifikasi. Kalau mereka tidak tahu kadar vitamin A yang terkandung kan tidak baik,” tuturnya.
Penambahan aturan teknis terlihat mencolok pada Pasal 6, pada Ayat 2 sudah disebutkan ketentuan sertifikasi dibagi menjadi Tipe 5 maupun Tipe 4. Pada sertifikasi Tipe 5 disebutkan audit penerapan sistem manajeman mutu SNI ISO 9001:2008 atau Sistem Manajemen Keamanan Pangan SNI ISO 22000:2009 atau revisinya atau sistem manajemen mutu lainnya yang diakui.
Sementara itu, untuk sistem sertifikasi Tipe 4 melalui verifikasi terhadap penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) berdasarkan Permenperin No 75/2010.
Dia menambahkan implementasi SNI wajib baru dilaksanakan pada tahun depan karena mempertimbangkan peredaran minyak goreng curah yang masih banyak beredar. “Sekarang sudah ada beberapa yang punya SNI-nya, bukan karena industri tidak mampu. Karena produk minyak goreng curah masih banyak beredar,” katanya.