Bisnis.com, JAKARTA — Badan Standarisasi Nasional (BSN) menargetkan mampu menyelesaikan seluruh proses seritifikasi produk yang belum mendapatkan standar nasional Indonesia (SNI) hingga akhir tahun ini.
Suprapto, Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi BSN, mengatakan pihaknya akan fokus menyelesaikan sertifikasi SNI untuk produk dalam negeri menjelang masyarakat ekonomi Asean. Hingga kini masih sekitar 20% produk nasional yang belum memperoleh SNI.
“Kami akan fokus untuk memberikan SNI menjelang masyarakat ekonomi Asean,mseperti alat kesehatan, elektronik,mkayu, otomotif, alat kesehatan dan agribisnis,” katanya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/3).
Suprapto menuturkan saat ini sudah ada sekitar 860 laboratorium dengan standar internasional yang digunakan BSN untuk menguji produk Agar memenuhi SNI. Meski begitu, peralatan yang ada belum cukup untuk mengakomodir seluruh produk yang akan mendapatkan SNI, karena ruang lingkup dan jenis produknya masih terbatas.
Sementara itu, Bambang Prasetya, Kepala BSN, mengatakan saat ini sudah ada sekitar 3.600 produk nasional yang mendapatkan SNI. Pihaknya pun akan terus mengembangkan penerapan BSN agar dapat melingkupi seluruh jenis produk yang ada di dalam negeri.
Saat ini, setiap produk yang ingin mendapatkan SNI, harus menyetor Rp20 juta. Rp5 juta dari dana tersebut digunakan untuk sertifikasi, dan Rp15 juta sisanya untuk biaya uji coba yang dilakukan di laboratorium.
BSN sebenarnya juga harus memverifikasi produk impor untuk mendapatkan SNI, dan ikut diwajibkan membayar Rp20 juta untuk prosesnya. Pasalnya, World Trade Organization (WTO) menghasuskan perlakuan yang sama antara barang impor dan ekkspor dalam mengurus proses SNI.