Bisnis.com, JAKARTA—Industri besi dan baja akan menaikkan harga jual secara bertahap untuk mengurangi beban kenaikan tarif dasar listrik.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Hidayat Triseputro mengasumsikan apabila kenaikan tarif dasar listrik (TDL) mendongkrak biaya produksi hingga 10% maka lonjakan harga bertahap mulai 1% atau 2%.
“Kenaikan bertahap sampai nanti ada titik keseimbangan baru di pasar. Titik keseimbangan ini tercapai cepat tergantung permintaan pasar,” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/11/2014).
Pada dasarnya tidak semua kenaikan biaya produksi dapat diteruskan melalui penaikan harga. Persentase yang bisa dikompensasikan kepada harga jual mempertimbangkan disparitasnya dengan produk impor.
Kesulitan penaikan harga juga biasanya terkait dengan kontrak jual beli jangka panjang dengan pemilik proyek. Dalam kondisi ini produsen besi baja sulit meminta eskalasi harga. Kalaupun harus menaikan harga tetap harus membuat produk yang dijual lebih kompetitif dibandingkan dengan barang impor.
IISIA memperkirakan lonjakan TDL mendorong kenaikan biaya produksi berkisar 10% - 20%. Guna mengurangi beban ini pada umumnya pelaku industri memilih beli bahan baku dari luar negeri ketimbang produk lokal karena harganya lebih kompetitif.
Percampuran bahan baku impor dan lokal itu dilakukan demi menjaga kestabilan produksi. Cara ini ditempuh bermaksud untuk mempertahankan tingkat utilitas pabrik sebesar 40%. Angka ini memang tidak besar, jika industri tak menyiasatinya dengan memadukan bahan baku bisa-bisa utilisasi tambah susut.
“Dari output industri besi baja domestik 6 juta ton hingga 7 juta ton, bahan baku impor dan lokal sekitar 50% berbanding 50%,” ucap Hidayat.
Kenaikan TDL pelanggan industri I-3 go public (di atas 200 kVA) dan I-4 (di atas 30.000 kVA) berlaku setiap dua bulan terhitung sejak Mei 2014. Persentase kenaikan untuk kedua golongan ini berkisar 38,9% dan 64,7% dalam setahun.
Untuk pelanggan I-3 non go public kenaikannya berlaku mulai Juli 2014. Pada awal bulan ini tarif setrum kembali naik.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto berpendapat lonjakan harga tak bisa dihindari pelaku industri sebagai langkah penyesuaian terhadap kenaikan TDL. Yang penting penyesuaian harga dilakukan secara wajar.
“Porsi listrik [dalam biaya produksi besi baja] sekitar 20%. Tapi industri petrokimia lebih tinggi porsinya hampir 40%. Kalau besi baja masih mengkombinasikan dengan sumber energi lain,” ucapnya.
Pada periode mendatang harus digenjot pengembangan sumber energi listrik alternatif, seperti panas bumi dan nuklir. Kemenperin sendiri mendorong agar nuklir diprioritaskan untuk mengantikan sumber energi listrik berbahan batu bara dan minyak bumi.
Bahan nuklir yang direkomendasikan Perindustrian adalah thorium. Pembangkit listrik bertenaga nuklir ini dinilai lebih aman daripada berbahan bakar uranium, karena thorium tidak bisa diubah menjadi bahan baku senjata.
“Thorium lebih aman, radioaktifnya lebih rendah dari uranium. Ini bisa dimanfaatkan untuk industri hilir berupa magnet, ketahanan energi, dan transportasi,” tutur Harjanto.
Sebelumnya, Kemenperin sempat mengajukan usul kompensasi kenaikan TDL untuk industri. Usulan yang menyangkut perpajakan berupa penundaan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri yang pakai bahan baku lokal, dan penguranganpajak penghasilan (PPh). Opsi lain berupa keringanan bea masuk impor mesin konversi energi/barang modal yang bisa mengirit biaya produksi.
Menteri Perindustrian Saleh Husin tak menjawab secara jelas tatkala ditanya bagaimana kelanjutan usul tersebut. Kompensasi yang diusulkan Kemenperin sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan tetapi hingga kini tak jelas kelanjutannya.
“Pokoknya selama program itu bisa meningkatkan nilai tambah, kami akan bahas lagi itu [dengan Kemenkeu],” katanya.
Saat ini, industri paling terbebani dari kenaikan harga setrum adalah sektor yang banyak menggunakan listrik dalam kegiatan produksinya, contohnya besi baja dan semen. Industri hulu pada umumnya mengkonsumsi listrik lebih besar ketimbang hilir.