Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pelaku usaha mengkhawatirkan penurunan harga komoditas ekspor beserta dampaknya terhadap industri manufaktur dalam beberapa waktu ke depan.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, harga-harga komoditas dunia mulai menunjukkan tren penurunan yang memungkinkan terjadinya perlambatan di manufaktur.
"Meskipun surplus neraca dagang kemarin di-drive oleh komoditas, yang dikhawatirkan adalah harga komoditi turun. Trennya mulai kelihatan. Kemungkinan kuartal berikutnya terjadi perlambatan," kata Hariyadi kepada Bisnis, belum lama ini.
Menurut laporan World Bank (Pink Sheet Commodity Price), semua harga komoditas pada Juli 2022 mengalami penurunan dibandingkan Juni 2022 kecuali harga batu bara dan gas.
Menyoal masalah perlambatan, data Badan Pusat Statistik (BPS) teranyar menunjukkan perlambatan ekspor secara bulanan sejumlah komoditas manufaktur pada Juli 2022.
Komoditas seperti besi dan baja tercatat mengalami pelambatan ekspor sebesar 11,51 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dengan nilai mencapai US$257 juta.
Total, ekspor besi dan baja pada Juli 2022 senilai US$1,97 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang masih tembus US$2,2 miliar.
Kendati demikian, ekspor besi dan baja Indonesia sepanjang Januari hingga Juli 2022 masih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Periode Januari - Juli 2022, ekspor besi dan baja produksi di dalam negeri mencapai US$16,4 miliar. Sementara periode yang sama tahun lalu, ekspor besi dan baja hanya mencapai US$10,5 miliar.
Contoh lain, sektor tekstil. Ekspor bulanan produk tekstil paling penting, yakni alas kaki, juga tercatat turun dalam neraca dagang Juli lalu.
Ekspor alas kaki dari Indonesia turun 7,57 persen menjadi US$658 juta. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, ekspor alas kaki produksi dalam negeri masih mencapai US$712,4 juta. Angka ini susut sebanyak US$53,9 juta.