Bisnis.com, JAKARTA—Cabai berpeluang menjadi komoditas yang akan diimpor setelah produksi nasional pada 2014 diperkirakan mengalami penurunan 33,33% atau setara 500.000 ton dari total produksi tahun lalu yang mencapai 1,5 juta ton.
Hal ini dikarenakan dua kawasan penghasil cabai yaitu Pulau Jawa dan Pulau Sumatra mengalami kemerosotan produksi yang diakibatkan cuaca buruk dan terpaan bencana, seperti erupsi Gunung Kelud dan Gunung Sinabung.
“Tahun lalu [produksi] cabai besar 900.000 ton, cabai rawit 600.000 ton, jadi total 1,5 juta ton. Tahun ini, mungkin tinggal total 1 juta ton, karena Kelud, Sinabung. Itu [produksi] Jawa Timur dan Jawa Barat sudah turun,” kata Ketua Umum Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia (AACI) Dadi Sudiyana, Rabu (19/3/2014).
Dadi menuturkan, selain bencana pihaknya memperkirakan penurunan itu terjadi karena hujan terus-menerus. Sehingga, paparnya, tanaman cabai terkena hama penyakit, umumnya hama itu sangat susah dibasmi di musim hujan.
Dia juga menjelaskan bahwa panen raya yang terjadi di bulan-bulan ini tidak mampu mengerek produksi nasional, namun malah membuat harga cabai, baik cabai besar maupun cabai rawit, turun drastis. “Sudah panen raya, harga sudah relatif turun.”
Sebelumnya, AACI Kabupaten Ciamis Jawa Barat menyatakan bahwa penurunan produktivitas mencapai 50% atau petani hanya bisa memanen sekitar 7,5 ton cabai, sementara harga tidak kunjung meningkat dan stagnan di kisaran Rp15.000/kg untuk petani dan Rp26.300/kg untuk harga konsumen.
Namun, AACI tetap menolak impor karena akan makin menyusahkan petani. “Kami tetap menolak pemberlakuan kebijakan impor karena akan merugikan petani. Semestinya harga cabai itu Rp50.000/kg,” kata Pipin Apilin kepada Bisnis.