Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Balik Mosi Tak Percaya Dirut Pelindo II R.J. Lino

Konflik internal PT Pelabuhan Indonesia II setelah mundurnya Direktur SDM dan Umum Cipto Pramono yang memicu gerakan moral tidak percaya dengan Dirut Pelindo II Richard Joost Lino
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pesan singkat itu muncul di layar ponsel, Minggu pagi (15/12/2013). Si pengirim, Yan Budi Santoso, sudah saya kenal sebelumnya sebagai Sekretaris Perusahaan PT Pelabuhan Indonesia II dan beberapa kali interaksi menjawab kinerja dan ekspansi bisnis perusahaan.

Namun, pagi itu, pesan yang dikirimkan bukan tentang Pelindo II, melainkan informasi bahwa saat ini dia sudah tak menjabat lagi sebagai sekretaris perusahaan di BUMN pengelola pelabuhan terbesar di Indonesia itu.

“Saya sudah mengundurkan diri dari Sekper Mas,” katanya.

Yan termasuk satu dari 25 pejabat Pelindo II Pusat dan Kantor Cabang Pelindo II Pelabuhan Tanjung Priok—kini berubah menjadi PT Pelabuhan Tanjung Priok, yang menyatakan mundur dari jabatan di perusahaan.

Dia menjadi salah satu dari puluhan karyawan perusahaan yang mengambil sikap mosi tak percaya kepada pimpinan tertinggi perusahaan pelat merah itu, Richard Joost Lino.

Namun, Yan dan puluhan karyawan itu masih tercatat sebagai staf di Pelindo II yang kini bernama Indonesia Port Corporation (IPC), bukan mengundurkan diri atau resign, hanya meletakan jabatan dan menjadi karyawan biasa.

Menurut dia, berdasarkan data dari Serikat Pekerja Pelindo II, ada 25 pejabat di Kantor Pusat dan PT Pelabuhan Tanjung Priok yang menyatakan pengunduran diri, bukan permohonan pengunduran diri. Apabila ditambah dengan pejabat lain di 12 cabang perseroan di seluruh Indonesia, jumlahnya menjadi 42 orang.

Sejumput pertanyaan pun timbul. Apakah Lino memimpin dengan tangan besi, arogansi, atau sebaliknya karyawan perseroan pro pada satu pihak, atau karyawan belum bisa beradaptasi dengan pola kerja yang diterapkan mantan Managing Director of Port Guigang, Guangxi, China itu?

Namun, Yan membantah soal kemampuan adaptasi karyawan yang buruk. Justru kepemimpinan tidak bijaksana dan sewenang-wenang menjadi titik sentral penolakan terhadap Lino yang menjabat dirut sejak 2009 melalui penunjukan oleh Menteri BUMN kala itu Sofyan Djalil. Yan bahkan menyitir sepenggal isi sms Lino yang menyiratkan kearoganan sebagai pemimpin.

Mosi tak percaya itu terjadi setelah pengunduran diri Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Pelindo II Cipto Pramono sejak Senin (9/12). Pengunduran diri itu sontak memicu isu liar baik karyawan, kalangan pekerja pelabuhan, pelaku usaha, maupun asosiasi terkait yang menjadi mitra kerja perseroan.

Mundurnya Cipto Pramono diketahui lantaran ingin mencari suasana baru setelah mengabdi di BUMN pelabuhan selama lebih dari 30 tahun. Pun tidak ada persoalan serius dengan Lino meski secara tersirat bau tak sedap menyeruak di balik pengunduran diri secara mendadak itu.

Kabar berembus bahwa Cipto diminta mundur karena sudah lama tak cocok dengan Lino. Puncaknya Lino dikabarkan marah besar ketika Cipto berdiri bersama dengan Ketua SP Pelindo II Kirnoto saat membuka pertandingan olah raga HUT Pelindo II.

Setidaknya terdapat tiga poin konflik internal itu yang dipaparkan Yan. Pertama, memang disinyalir ada sentimen pribadi antara Lino dan Cipto yang berujung pada ketidakharmonisan dalam bekerja sama.

Kedua, mekanisme kerja yang berbeda antara dirut dan direksi lain termasuk Lino dan Cipto. Yan mencontohkan dalam program penunjukan konsultan asing untuk proyek pelabuhan itu langsung tanpa melakukan proses tender yang berujung pada hasil akhir tak memuaskan padahal biaya cukup besara dikeluarkan.

Ketiga, diduga pembisik-pembisik di sekeliling Lino yang getol memberikan informasi sepihak yang tidak independen sehingga mengaburkan fakta. Dampaknya, informasi makin terdistorsi karena tidak sesuai fakta tanpa verifikasi.

Bagi Yan, sikap demikian kurang bijaksana dan akhirnya memicu gerakan moral bahwa pimpinan kini tak bisa bekerja sama lagi, padahal seharusnya mesti ada rasa saling percaya dalam sebuah kerja sama. “Alasan pengunduran diri kami lebih karena kami tidak bisa bekerja sama dengan pimpinan yang sewenang-wenang,” tegasnya.

Dari beberapa sumber, muncul juga versi lain soal konflik ini bahwa pertentangan bermula saat terjadi kekosongan posisi Direktur Keuangan Pelindo II pascapenunjukan Mulyono sebagai Dirut Pelindo IV pada akhir September lalu.

Jabatan yang ditinggalkan oleh Mulyono itu akhirnya kososng dn diisi sementara oleh Cipto, itu pun dengan penunjukan oleh Lino. Hanya saja, tingginya beban kerja dua bidang itu menyebabkan tugas utama mengurusi SDM dan umum kurang maksimal.

Faktor penyebab lain pun mengemuka bahwa tingkat kinerja atau key performance index Cipto kurang sehingga menjadi alasan melengserkannya. Tapi alasannya ini kurang kuat mengingat Cipto justru ditunjuk memegang dua tanggung jawab sebagai direktur SDM sekaligus keuangan dibandingkan dengan direksi lain.

Manuver?
Seorang sumber lain malah mengaitkan persoalan internal Pelindo II itu mengarah pada suksesi direksi perseroan yang akan terjadi pada Mei tahun depan. Dengan hampir berakhirnya kepemimpinan Lino sejak 2009, kemungkinan masing-masing direksi punya manuver sendiri-sendiri untuk menggaet hati pemegang saham, dalam hal ini Menteri BUMN, atau bahkan menarik hati karyawan Pelindo II itu sendiri.

Tatanan politik jelang pergantian manajemen perseroan itu menjadi pemicu tidak langsung munculnya rasa saling curiga di antara satu direksi dengan direksi lain.

“Jadi kayak ada rasa saling curiga antara direksi, masing-masing ingin menunjukan performa. Saling ngambil hati publik, kondisi internal di perusahaan itu jadi tidak kondusif. Misal hanya dugaan, tapi info itu diambil mentah-mentah tanpa verifikasi pihak yang dituduhkan,” kata sumber itu menduga.

Sadar dengan kondisi internal demikian, ditambah gempuran media dalam sepekan terakhir, Lino akhirnya mengundang sejumlah wartawan untuk melihat langsung aktivitas di Tanjung Priok mulai pada Minggu siang, 15 Desember dari pukul 13.00 WIB hingga 16.00 WIB.

Pemantauan aktivitas itu dimulai dari Kantor Pusat Pelindo II, meninjau ruang operasi dan menara kontrol yang tengah dibangun, menyusuri proyek Terminal New Priok atau Kalibaru dengan kapal tandu, menuju PT Jakarta International Container Terminal (JICT), dan Terminal Khusus Mobil di Priok.

Lino ditemani oleh jajaran direksi Pelabuhan Tanjung Priok, Direktur Operasi Pelindo II Dana Amin, dan Rima Novianti mantan Direktur JICT dan mantan Sekper Pelindo II yang kini menjabat Kepala Koordinator PMO Bidang Enabling dan Support.

“Saya mau nunjukan bahwa semua operasional berjalan seperti biasa, ini mewakili teman-teman yang saat ini kerja. Bahwa operasional kami tak terganggu,” tegasnya.

Tentu Lino membantah semua tuduhan yang disampaikan mulai dari sentimen pribadi, anggaran operasional yang diambil dari pinjaman, proyek konsultan tanpa tender, hingga tuduhan sikap arogan.

Dia mengatakan dari 21 pejabat yang menyatakan permohonan meletakan jabatan, hanya 10 orang yang dikabulkan, sedangkan 11 orang ditolak pengunduran diri dengan alasan ke-11 orang itu memang masih dibutuhkan oleh perseroan. Tapi 10 orang sisanya diterima pengunduran jabatan karena memang sebelumnya sudah direncanakan pindah bagian.

“Siapa bilang? Orang kan informasinya macem-macem. Soal tender, kan ada aturannya, kalau enggak tender ada alasannya, kalau tender gimana, kalau enggak itu gimana. Ini kan bukan APBN yang harus ikut tender,” katanya.

Lino hanya menyatakan tidak bisa bekerja lagi dengan pihak-pihak yang tidak dipercayainya lagi termasuk Cipto tapi dia enggan membeberkan penyebab kekecewaan itu.

Dia malah menceritakan kondisi awal saat dia masuk ke Pelindo II pada 2009. Saat itu kondisi perusahaan lumayan tak terurus. Bahkan ada uang perusahaan di bank mencapai Rp1,8 triliun dengan bunganya yang dinikmati oleh karyawan melalui bonus. Padahal dana itu milik rakyat dan mesti dipergunakan sebaik-baiknya untuk pengembangan perusahaan.

Dia bermaksud memperbaharui kondisi perusahaan. Sebagai contoh, dalam hal sistem keuangan juga diupayakan semuanya elektronik sehingga sistem manual secara teknik ditiadakan. Karena itu beberapa karyawan di bagian keuangan dipindahkan, dipangkas misalnya hanya satu senior manager keuangan dari sebelumnya hingga empat orang.

Adapun kecenderungan menggunakan konsultan luar negeri lebih karena keinginan mendapatkan hasil terbaik bagi pengembangan dalam negeri. Nasionalisme baginya bukan sempit semata-mata semuanya menggunakan lokal. Dia juga membantah soal tuduhan anggaran operasional pinjaman karena dana Rp2 triliun keuntungan perusahaan per tahun tentu sudah menutupi operasional.

“Kalau saya mau pakai lokal mau bertanding internasional itu kita belum siap, mana bisa bersaing. Kapal masuk ke Indonesia misal dari Hamburg, begitu masuk Indonesia begitu keadaan kita lalu bagaimana?”

Dia yakin Menteri BUMN Dahlan Iskan masih mendukung langkahnya memperbaiki Pelindo II sebagai salah satu perusahaan pelat merah dengan sumbangan dividen besar. Pada 2011, setoran dividen Pelindo II kepada kas negara mencapai Rp500 miliar.

Survei internal perusahaan pun menunjukan kinerja perusahaan di bawah kepemimpinan alumnus ITB 1978 ini juga terus menanjak. “Mereka mana mau keluar [resign], gaji gede di sini. Coba mana ada perusahaan yang semua karyawannya punya mobil?”

Desakan undur diri oleh Serikat Pekerja Pelindo II pun ditanggapi dingin oleh Lino. Dia hanya menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan Dahlan Iskan. “[Evaluasi] Itu bukan urusan saya, itu urusan Menteri.”

Persoalan internal itu mesti menjadi cambuk lagi Lino berbenah, mengevaluasi diri dalam hal kepemiminan dan ke depan lebih memaksimalkan peran sentral sekretaris perusahaan dalam menjembatani persoalan internal sehingga tak perlu menguap.

Di tengah konflik ini, kalangan pelaku usaha pun berharap konflik itu tidak sampai mengganggu operasional pelabuhan di bawah kelolaan Pelindo II dan berimbas pada tingginya beban di pelabuhan. Ujung-ujungnya iklim investasi yang kurang baik menjelang akhir tahun ini.

Tak bisa dipungkiri Tanjung Priok saat ini masih menjadi salah satu barometer dalam melihat potret pertumbuhan ekonomi di Indonesia, jadi Priok bukan hanya soal pelayaran sehingga sepatutnya perlu kerja sama seluruh pihak. (Muhamad Hilman/C68)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Tahir Saleh
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper