Kredit Masih Seret
Sementara itu, ekonom maupun pengamat perbankan menilai pelonggaran suku bunga acuan BI Rate sejak tahun lalu belum sepenuhnya mendorong fungsi intermediasi perbankan.
Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menyampaikan bahwa penurunan suku bunga BI sejauh ini belum sepenuhnya efektif mendorong fungsi intermediasi perbankan lantaran transmisi kebijakan moneter ke penyaluran kredit berjalan lambat, ditahan oleh faktor permintaan kredit yang lemah dan tingginya kehati-hatian bank dalam mengelola risiko.
Hingga akhir 2025, Arianto menyebut efektivitas kebijakan ini akan sangat ditentukan oleh kondisi makroekonomi, sentimen pelaku usaha, serta kecepatan pemulihan konsumsi rumah tangga.
“Sehingga potensi dorongan terhadap pertumbuhan kredit diperkirakan masih terbatas meskipun arah kebijakan moneter sudah longgar,” kata Arianto kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menuturkan bahwa pelonggaran suku bunga BI sejak tahun lalu secara prinsip memang menurunkan cost of funding sistemik dan memperbaiki risk-free rate.
Namun, kata dia, transmisi ke kredit tertahan karena kompetisi dana simpanan masih ketat, margin bunga bank menyempit, dan risk appetite bank tetap terbatas akibat lemahnya permintaan.
Baca Juga
BI dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Agustus 2025 menyampaikan bahwa kredit perbankan tumbuh 7,03% secara tahunan (year on year/YoY) pada Juli 2025, turun dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2025 sebesar 7,77% (YoY).
Pelemahan paling kentara ada pada kredit modal kerja, menandakan bahwa sisi permintaan korporasi masih mengandalkan pendanaan internal dan menunda ekspansi, sementara bank memperketat standar pemberian kredit pada segmen tertentu.
Dengan latar ini, Josua menyebut pelonggaran BI efektif bersifat menahan perlambatan aktivitas ekonomi dan penyaluran kredit dan mendorong perbaikan bertahap, bukan lonjakan cepat.
Dia mengatakan, akselerasi yang lebih nyata baru terasa ketika kombinasi suku bunga lebih rendah, fiskal ekspansif, dan visibilitas permintaan membaik di kuartal IV/2025.
“Yang patut dicatat, BI tidak hanya mengandalkan jalur harga [suku bunga], tetapi juga jalur kuantitas lewat insentif Likuiditas Makroprudensial [KLM] yang telah menyuntik ratusan triliun rupiah ke perbankan,” tutur Josua kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).