Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mendag soal Fenomena Rojali-Rohana: Itu Kebebasan Konsumen

Mendag Budi Santoso angkat bicara terkait dengan fenomena Rojali-Rohana di pusat perbelanjaan. Berikut tanggapannya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Jumat (7/3/2025). —Bisnis/Rika Anggraeni
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Jumat (7/3/2025). —Bisnis/Rika Anggraeni

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menanggapi maraknya fenomena rombongan yang hanya sekadar melihat-lihat saja tanpa belanja, seperti rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) di pusat-pusat perbelanjaan.

Budi mengatakan setiap konsumen memiliki hal untuk membeli barang di platform mana saja, baik itu secara daring (online) maupun langsung di toko (offline). 

“Orang sekarang juga banyak yang katanya fenomena hanya melihat-lihat ya, kadang-kadang kan dia melihat barang kan boleh saja. Kemudian apakah dia membeli lewat online atau offline ya monggo, itu perilaku konsumen dan itu kebebasan konsumen untuk membeli barang. Masalah belanjanya di mana ya silakan,” kata Budi dalam acara Kick Off ASEAN Online Sale Day (AOSD) 2025 di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Menurut Budi, justru adanya fenomena Rohana hingga Rojali membentuk perilaku konsumen untuk bebas memilih membelanjakan uangnya di berbagai platform alias omnichannel.

“Jadi kalau toko offline, dia juga bisa menjual secara online. Karena ada konsumen melihat dulu baru beli secara online,” ujarnya.

Selain itu, pembeli yang membeli di marketplace seperti Shopee—Tokopedia Cs juga bisa melihat produk saat penjual mempromosikan barang/produk lewat live shopping. Adapun, metode ini dilakukan untuk meyakinkan pembeli terhadap suatu produk.

“Saya pikir itu hal-hal yang bisa kita lakukan, sehingga transportasi antara offline dan online bisa berjalan dengan baik. Kita harus setara, harus sama,” tuturnya.

Menurut Budi, fenomena sama seperti awal mula kemunculan ritel modern. Kala itu, toko kelontong merasa terdesak dan terpinggirkan dengan kemunculan ritel modern.

“Toko kelontong merasa terpinggirkan, karena menganggap kehadiran ritel modern itu membunuh toko kelontong, waktu itu kan gitu,” ujarnya.

Namun, sambung Budi, pemerintah segera melakukan pola kemitraan antara ritel modern dengan toko kelontong. Kini, Budi menyebut toko kelontong bisa hidup lebih baik dengan adanya pola kemitraan.

Sebelumnya, pengusaha memprediksi fenomena Rojali dan Rohana akan bergeser menjadi rombongan benar beli (Robeli).

Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan fenomena baru bernama Robeli ini akan muncul di tengah masyarakat seiring produk dalam negeri yang mampu memiliki daya saing dengan produk asing.

“Kalau kita ini berdaya saing, otomatis investasi yang ada bertumbuh, tidak berkurang dan juga investasi yang ada bisa memberikan buying power. Jadi istilah Rohana-Rojali itu bisa tidak menjadi Rohana-Rojali, tetapi jadi Robeli atau Rombongan Benar Beli,” kata Anne dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Sementara itu, Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menjelaskan bahwa fenomena Rojali dan Rohana tak terlepas dari pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini sejalan dengan adanya penurunan permintaan dari masyarakat.

“Rojali dan Rohana itu konsepnya lebih ke daya beli, di ritel sendiri mereka merasakan pelaku-pelaku ritel kami bahwa adanya penurunan demand itu terasa sekali, makanya ada orang yang lebih banyak jalan-jalan,” ujar Shinta.

Meski begitu, menurut Shinta, keberadaan kelompok Rojali dan Rohana membuat pusat perbelanjaan menjadi lebih hidup daripada tak ada sama sekali pengunjung yang menyambangi.

Namun, Apindo menilai pemerintah juga perlu memberikan insentif tambahan untuk menjaga daya beli dan permintaan masyarakat, termasuk potongan harga (diskon).

Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menyebut fenomena Rojali dan Rohana merupakan fenomena unik yang terjadi di pasar Indonesia. Menurut Ajib, fenomena ini sejalan dengan teori Lipstick Index, yaitu masyarakat yang selektif membeli barang-barang kebutuhan pokok, namun masih membeli barang yang bersifat tersier, seperti tiket konser.

“Fenomena Lipstick Index adalah bagaimana masyarakat sekarang itu melakukan konsumsi untuk barang-barang yang ekstra tersier, tapi untuk barang-barang umumnya mereka justru melakukan seleksi konsumsi,” tutur Ajib.

Meski begitu, Ajib menuturkan fenomena Rojali dan Rohana ini akan menghilang dengan sendirinya di saat daya beli masyarakat sudah mulai pulih.

“Saya pikir Rojali-Rohana ini nanti akan dengan sendirinya mulai hilang, dan mulai berbelanja, saat kemampuan daya beli mereka naik, dan pertumbuhan ekonomi kita bisa bertumbuh sesuai harapan,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro