Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya (rohana) saat pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 mencapai 5,12%.
Dia menilai dua fenomena itu hanya sebatas isu di tengah data konsumsi masyarakat yang dinilai masih positif.
Hal itu disampaikan Airlangga saat merespons ihwal pertumbuhan ekonomi RI kuartal II/2025 yang berada di atas ekspektasi para ekonom tersebut. Pada pertumbuhan kuartal II/2025, konsumsi masih menjadi motor pertumbuhan.
Menurut Airlangga, kinerja konsumsi yang menopang perekonomian pada periode itu terlihat dari kinerja keuangan sektor retail pada tiga perusahaan publik, yang tidak diperinci lebih lanjut.
Satu perusahaan dimaksud bergerak di bidang minimarket, serta dua lainnya memiliki banyak outlet di pusat perbelanjaan atau mal. Airlangga menyebut pertumbuhan kinerja keuangan tiga perusahaan itu yakni 4,99%, 6,85% serta 12,87%.
"Ini menunjukkan bahwa terkait dengan isu rohana dan rojali ini isu yang ditiup-tiup, jadi faktanya berbeda dan tentu ini yang harus kita lihat," ungkapnya pada konferensi pers, Selasa (5/8/2025).
Baca Juga
Kemudian, masih terkait dengan konsumsi, Airlangga memaparkan sejumlah data yang dinilai menunjukkan pertumbuhan positif konsumsi masyarakat. Misalnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal II/2025 sebesar 4,97% yoy, Indeks Penjualan Riil (ritel) 233,7, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 117,8 serta ekspansi bantuan sosial (bansos).
Menko Perekonomian sejak 2019 itu mengatakan, pemerintah masih optimistis target pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 akan mencapai 5,2% yoy. Hal itu berkat capaian pertumbuhan kuartal II/2025 yang kembali ke jalur 5%.
"Ekonomi kita masih solid, rencana kita di semester II/2025 menargetkan 5,2% bisa dicapai. Namun, apa yang diumumkan alhamdulillah kita kembali ke jalur 5%," terangnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua atau kuartal II/2025 sebesar 5,12% secara tahunan atau year-on-year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, menjelaskan bahwa produk domestik bruto atau PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal II/2025 mencapai Rp5.947 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.
Kemudian, pertumbuhan kuartal II/2025 secara kuartalan yakni 4,04% qtq.
"Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2/2025 bila dibandingkan dengan triwulan 2/2024 atau secara YoY tumbuh sebesar 5,12%," ujar Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Dipertanyakan Ekonom
Airlangga juga merespons singkat ihwal data pertumbuhan ekonomi tersebut yang melebihi ekspektasi perkiraan ekonom sehingga menimbulkan keraguan. Dia hanya membantah singkat dugaan apakah ada penyesuaian data yang dilakukan BPS dari keadaan sebenarnya.
"Mana ada [pengkondisian data]," ujarnya singkat kepada wartawan sebelum menutup kaca mobilnya dan meninggalkan lobi kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (5/8/2025).
Airlangga menuturkan, pertumbuhan pada tiga bulan kedua 2025 itu disokong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,97% yoy, dengan kontribusi kepada PDB 54%.
Sementara itu, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 6,99% yoy, atau tertinggi sejak kuartal II/2021. Keduanya menjadi dua motor terbesar pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025.
Sementara itu, transaksi eceran juga uang elektronik meningkat, sebagaimana di marketplace dan mobilitas masyarakat berkat stimulus ekonomi untuk tiket pesawat, kereta api maupun diskon jalan tol.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 mengejutkan pasar. Dia sebelumnya memperkirakan PDB kuartal II/2025 hanya tumbuh 4,76% yoy.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12% (yoy) yang diumumkan oleh BPS memang mengejutkan pasar, terutama karena seluruh estimasi konsensus Bloomberg berada di bawah angka tersebut—bahkan estimasi tertingginya hanya menyentuh 5,0%," terang Josua kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).
Menurut Josua, lonjakan pertumbuhan yang dirilis BPS itu tidak hanya melampaui ekspektasi pasar, tetapi juga terjadi di tengah narasi yang kontras. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi selama kuartal tersebut, yakni berkisar 49.
Tidak hanya itu, persepsi umum menunjukkan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya pulih.
"Maka, muncul pertanyaan fundamental: dari mana sebenarnya sumber pertumbuhan yang mengejutkan ini?," ungkap Josua.