Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

S&P Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Tak Sampai 5%: Konsumsi & Belanja Infrastruktur Rendah

S&P memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,8% tahun ini, dipengaruhi oleh konsumsi dan belanja infrastruktur yang rendah.
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman
Ringkasan Berita
  • S&P Global Ratings memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya mencapai 4,8% akibat melemahnya konsumsi rumah tangga dan belanja infrastruktur.
  • Permintaan domestik tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, didukung oleh program sosial pemerintah dan investasi infrastruktur dari BPI Danantara dan BUMN.
  • S&P mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level BBB dengan outlook stabil, meskipun ada risiko dari kebijakan belanja pemerintah dan melemahnya permintaan eksternal.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat S&P Global Ratings memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tak sampai 5% pada tahun ini, yakni hanya 4,8%. Sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan belanja infrastruktur yang rendah. 

Mengutip laporan terbaru S&P, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil yang akan sedikit di bawah 5% ini karena permintaan domestik menunjukkan tanda-tanda melemah pada awal tahun ini. Di mana pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat secara kuartalan maupun tahunan ke level 4,89% pada tiga bulan pertama 2025. 

Meski melemah, permintaan domestik masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Hal ini sebagian mencerminkan demografi Indonesia yang menguntungkan. 

“Program-program sosial utama yang diimplementasikan pemerintah, termasuk program makanan bergizi gratis dan program perumahan tiga juta unit, seharusnya mulai memperbaiki kondisi ekonomi dasar,” tulis S&P, dikutip pada Rabu (30/7/2025).

Bukan hanya itu, S&P menilai kebijakan belanja pemerintah turut menjadi faktor risiko utama terhadap prospek pertumbuhan ekonomi. Utamanya pengeluaran infrastruktur yang terus-menerus kurang.

“Salah satu penyebab perlambatan tampaknya adalah pengurangan belanja infrastruktur oleh pemerintah,” lanjutnya. 

Lembaga tersebut memandang bahwa pengeluaran alias belanja infrastruktur memiliki multiplier fiskal yang tinggi untuk pertumbuhan, dan membantu mengatasi kendala pasokan dan bottleneck infrastruktur. 

Menurutnya, keberadaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) bersama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diperkirakan akan melakukan sebagian besar pengeluaran infrastruktur, bersama dengan proyek-proyek kemitraan publik-swasta.

Dengan demikian, investasi dari dana kekayaan negara yang baru dibentuk, Danantara, akan membantu mengisi kekosongan dalam belanja infrastruktur. Namun, masih ada kemungkinan risiko terhadap pertumbuhan, terutama untuk periode 2025.

Di samping itu, prospek permintaan eksternal telah melemah sejak pengumuman tarif AS pada 2 April, lalu. Melihat kesepakatan perdagangan antara kedua negara pada awal bulan ini, S&P memperkirakan hal ini akan meredam sebagian dampak tarif AS terhadap Indonesia. Alhasil, hal ini dapat memberikan kepastian bagi bisnis dan investasi.

Dari sisi rata-rata pendapatan di Indonesia, S&P menilai masih lebih rendah dibandingkan kebanyakan negara dengan status kredit yang sama, tetapi meningkat lebih cepat. 

“Kami memperkirakan PDB per kapita tahun ini sebesar US$5.000, naik dari US$4.900 pada 2024,” ungkapnya. 

Perkiraan ini mencakup proyeksi S&P tentang depresiasi tipis nilai tukar rupiah dari posisi Rp16.162 per dolar AS (2024) ke level Rp16.300 per dolar AS pada akhir tahun. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia terpantau lebih baik dibandingkan kebanyakan ekonomi dengan tingkat pendapatan serupa.

Ekonomi Indonesia diprediksi masih akan ditopang oleh permintaan untuk komoditas utama seperti batu bara, nikel, tembaga, dan gas alam, serta investasi di sektor hilir komoditas-komoditas tersebut, yang diharapkan mendukung aktivitas ekonomi yang lebih kuat dalam tiga hingga lima tahun ke depan.

Sementara S&P memandang otoritas fiskal terus memprioritaskan stabilitas ekonomi dan keuangan. Selama bertahun-tahun, pemerintah disebut telah melakukan upaya konstan untuk meningkatkan transparansi melalui interaksi rutin dan berbagi informasi dengan peserta pasar keuangan.

“Mereka fleksibel dalam melakukan penyesuaian kebijakan ketika keadaan mengharuskannya. Pemerintah sebelumnya juga cepat dalam mengendalikan defisit anggaran di bawah 3% dari PDB setelah tekanan ekonomi akibat pandemi mereda,” ungkap S&P. 

Untuk itu pula, S&P mempertahankan peringkat kredit alias Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada level BBB—satu tingkat di atas level terendah investment grade—dengan outlook stabil, pada 29 Juli 2025. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro