Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump Masih Bisa Turun Lagi, Ini Faktor Pemicunya

Tarif Trump bisa turun lagi jika terjadi dua hal ini. Apakah Indonesia bisa mendapatkan tarif di bawah 19%?
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo
Ringkasan Berita
  • Tarif impor Amerika Serikat (AS) berpotensi turun jika terjadi krisis finansial global, mengingat tekanan ekonomi dari defisit fiskal yang meningkat.
  • Tarif resiprokal AS bisa turun karena kebijakan Trump yang mendorong negara lain untuk mengimpor lebih banyak dari AS sebelum tarif tinggi berlaku efektif.
  • Indonesia memiliki peluang menjangkau pasar AS dengan tarif yang lebih rendah dibanding negara Asia lainnya, meskipun harus memitigasi sejumlah hal.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, MANGGARAI BARAT — Tarif Trump alias tarif impor yang ditetapkan Amerika Serikat terhadap sejumlah negara dinilai masih berpeluang turun, terlebih masih ada waktu hingga berlaku efektif pada 1 Agustus 2025.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menilai bahwa masih terdapat peluang tarif Trump untuk turun lagi setelah pengumuman 8 Juli 2025 lalu, maupun perkembangan terbaru tarif impor RI dipangkas jadi 19%. Setidaknya ada dua alasan tarif Trump masih bisa turun menurutnya.

Pertama, David menilai bahwa tarif impor Amerika Serikat (AS) bisa turun jika kembali terjadi krisis finansial. Dia menilai bahwa kondisi ekonomi global saat ini memang bergejolak, meskipun tidak sampai di ambang krisis. Tekanan itu salah satunya berasal dari banyaknya negara yang meningkatkan defisit fiskal, termasuk AS, yang utangnya membengkak.

"Banyak investor yang mulai khawatir dengan posisi defisit fiskal AS," ujar David dalam Editors Briefing Bank Indonesia di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (18/7/2025).

Kedua, tarif resiprokal AS bisa turun lagi karena Trump sengaja menerbitkan kebijakan ini. Menurut David, tarif tinggi yang diumumkan beberapa waktu lalu bisa memicu negara-negara untuk mengimpor lebih banyak dari AS, sebelum tarif tinggi itu berlaku efektif.

David memerinci bahwa AS mencatatkan defisit yang lebih banyak dari perdagangan barang, sedangkan perdagangan jasa surplus sangat besar. Dia mencontohkan bahwa AS mencatatkan surplus perdagangan jasa terhadap RI, seiring banyaknya pelaku usaha Indonesia yang menggunakan perangkat lunak dari Negeri Paman Sam, juga masyarakat yang menggunakan jasa seperti Netflix, Zoom, dan lain-lain.

"Bisa jadi disengaja oleh Trump, dia dorong negara lain untuk mengimpor lebih banyak barang dari AS," ujarnya.

Meskipun demikian, David menilai bahwa tarif Trump 19% merupakan hasil yang baik bagi Indonesia. Dia meyakini bahwa Indonesia berpeluang untuk menjangkau pasar AS karena tarif yang paling rendah di Asia, juga terpaut 1% dengan Vietnam yang terkena tarif Trump 20%.

"Kita berharap ada trade diverse [diversifikasi perdagangan]. Ekspor furnitur kita ada saingan, termasuk China, tetapi tarifnya lebih tinggi dari kita," katanya.

Di sisi lain, David juga mengingatkan agar pemerintah terus mencermati perkembangan tarif Trump dan perbandingan harga barang-barang yang kita impor. Sejauh ini Trump dan Presiden Prabowo Subianto menyepakati tarif 0% atas impor RI dari AS, maka Indonesia harus melihat barang-barang yang tepat untuk kebutuhan Tanah Air.

Pemerintah juga harus memitigasi potensi pendapatan bea masuk yang berkurang karena tarif impor 0% dari AS. Lalu, David menilai bahwa Indonesia juga harus memperhatikan sikap negara lain terhadap Indonesia.

"Mitigasi kemungkinan komplain dari negara yang sudah investasi. Harus berikan insentif supaya mereka bertahan, tetapi dari segi pasar lebih besar domestik," ujar David.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro