Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap berupaya melakukan eksplorasi untuk menemukan cadangan lithium di Indonesia. Hal ini dilakukan di tengah wacana impor lithium dari Australia.
Adapun impor lithium dari Negeri Kangguru itu tak lepas dari visi pemerintah untuk memperkuat ekosistem industri baterai di Tanah Air. Pasalnya, RI selama ini baru memiliki bahan baku baterai berupa kobalt, nikel, dan mangan saja.
Kepala Badan Geologi ESDM Muhammad Wafid mengatakan, pihaknya tetap mencari potensi cadangan lithium di Tanah Air. Menurutnya, potensi penemuan masih ada.
"Kalau namanya lithium, kami tetap mencari itu. Mencari terus," ucap Wafid di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, potensi cadangan lithium itu bisa ditemukan di Bledug Kuwu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Wafid mengatakan, hingga saat ini pihaknya terus melakukan penelitian di wilayah tersebut.
"Kalau penelitian sudah dari dulu," ucap Wafid.
Baca Juga
Wacana impor lithium dari Australia pertama kali diungkapkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam acara International Battery Summit (IBS) 2025, Selasa (5/8/2025).
Dia mengatakan, wacana impor itu tak lepas dari visi pemerintah untuk memperkuat ekosistem industri baterai di Tanah Air.
Bahlil menuturkan, pemerintah memberi kesempatan kepada investor untuk ikut membangun ekosistem baterai Indonesia. Menurutnya, Indonesia memiliki sumber daya alam sebagai bahan baku baterai, seperti kobalt, nikel, hingga mangan.
Namun, dia mengakui Indonesia belum memiliki pasokan lithium, sebagai salah satu bahan baku baterai itu. Untuk itu, Bahlil menyebut, pasokan lithium akan didatangkan dari Australia.
"Mangan-kobalt kalian [investor] bisa dapat. Nah, sekarang kita lagi ada kerja sama dengan Australia untuk kita impor dari negara mereka tentang lithium," ujarnya.
Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menyebut, selama ini impor lithium diambil dari negara-negara Afrika. Menurutnya, dengan mengalihkan impor dari Australia, biaya logistik pun bisa ditekan. Pasalnya, jarak antara Indonesia dengan Australia lebih dekat dibanding Afrika.
"Nah, memang secara ekonomi akan jauh lebih ekonomis dari Australia karena biaya transportasinya ada. Beberapa teman-teman pelaku usaha itu sudah mengambil tambang di sana," tutur Bahlil.
Kendati demikian, Bahlil belum bisa mengungkapkan berapa potensi volume impor lithium dari Australia yang bakal dieksekusi. Sebab, rencana itu masih dalam kajian.
"Saya belum tahu volumenya berapa karena saya bukan pengusahanya ya," katanya.