Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai telah menyusun Outlook APBN 2025 secara realistis, dengan mempertimbangkan tekanan global dan dinamika domestik yang masih berlangsung hingga paruh pertama tahun ini. Meski demikian, peluang untuk mencapai target maksimal dinilai masih menantang.
Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan meyakini outlook APBN 2025 yang disampaikan pemerintah telah mencerminkan kondisi global terkini, termasuk eskalasi geopolitik di Timur Tengah hingga potensi kebijakan dagang Amerika Serikat yang lebih proteksionis.
Deni menyebutkan outlook tersebut juga selaras dengan proyeksi lembaga internasional seperti IMF, OECD, dan Bank Dunia. Pemerintah pun dinilai sengaja menetapkan rentang indikator yang lebar, seperti proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 yang berada di kisaran 4,7%–5,5%, sebagai bentuk mitigasi terhadap ketidakpastian.
“Kalau kondisinya seperti sekarang terus berlangsung dan pemerintah tidak melakukan intervensi signifikan, maka hasilnya masih akan sesuai dengan outlook, setidaknya di batas bawah. Tapi apakah itu cukup? Tentu tidak. Target maksimal sebaiknya tetap jadi upaya,” jelasnya kepada Bisnis, dikutip Rabu (2/7/2025)
Baca Juga : Dirjen Pajak Tetapkan Outlook Penerimaan Pajak 2025 Capai 95% dari Target, Ini Alasannya |
---|
Hanya saja, Deni menggarisbawahi bahwa untuk bisa mendorong pencapaian maksimal, dibutuhkan kecepatan dalam konsolidasi kebijakan dan kelembagaan.
Menurutnya, selama ini pemerintah masih disibukkan dengan agenda transisi politik, restrukturisasi birokrasi, hingga penyiapan berbagai program strategis yang masih dalam tahap awal pembentukan.
“Program-program baru seperti makan bergizi gratis, pembangunan 3 juta rumah, dan penguatan kelembagaan Danantara masih mencari bentuk, karena infrastruktur dan tata kelolanya belum siap,” ujarnya.
Dia pun menilai bahwa outlook pemerintah saat ini menggambarkan ekspektasi realistis, namun belum cukup mencerminkan upaya luar biasa untuk mencapai pertumbuhan yang lebih ambisius.
“Saat ini kita hanya bisa berharap proses penyesuaian itu bisa berjalan lebih cepat agar target maksimal dalam outlook bisa dicapai. Tanpa itu, kita tidak perlu berharap banyak,” pungkasnya.
Penerimaan Pajak jadi Sorotan
Sementara itu, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai outlook pertumbuhan ekonomi sudah tepat karena sesuai dengan proyeksi berbagai lembaga internasional bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh hanya 4,7% pada tahun ini.
Hanya saja, dia melihat outlook penerimaan pajak cukup ambisius karena berada di ambang batas atas proyeksi dari CITA. Fajry mengungkapkan bahwa CITA memperkirakan realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya berkisar 90%—95% dari target APBN 2025.
Pemerintah sendiri mengumumkan outlook penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun atau hanya setara 94,9% dari target penerimaan pajak dalam APBN (Rp2.189,3 triliun).
"Memang target penerimaan pajak tahun ini ketinggian karena ada asumsi kenaikan tarif PPN 1% maupun Coretax sebagai game changer," ujar Fajry kepada Bisnis, dikutip Rabu (2/7/2025).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan laporan semester I dan outlook APBN 2025 ke Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (1/7/2025).
Sri Mulyani mengumumkan outlook penerimaan pajak hanya mencapai Rp2.076,9 triliun pada 2025. Angka tersebut lebih rendah dari target penerimaan pajak dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.
"Kalau kita lihat dari penerimaan pajak akan mencapai Rp2.076,9 atau dalam hal ini 94,9% dari target APBN," ungkap Sri Mulyani.
Proyeksi penerimaan pajak yang lebih rendah dari target itu menunjukkan adanya kemungkinan terjadi shortfall pajak senilai Rp112,4 triliiun.
Bendahara negara tersebut menyampaikan bahwa target penerimaan pajak tidak tercapai karena adanya perubahan kebijakan seperti tidak jadinya implementasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun ini.
Selain itu, sambungnya, ada tekanan dari faktor eksternal seperti harga komoditas-komoditas unggulan mengalami pelemahanan sehingga berdampak ke penerimaan pajak.
Sri Mulyani mengungkapkan outlook penerimaan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp310,4 triliun atau lebih tinggi dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.