Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar alokasi subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dipatok hingga sebesar Rp97,37 triliun-Rp104,97 triliun.
Adapun, usulan anggaran pada tahun depan itu lebih tinggi dari angka yang dipatok dalam APBN 2025, yakni Rp87,72 triliun.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, usulan itu seiring dengan proyeksi tingginya permintaan listrik dari pelanggan penerima subsidi.
"Kami usulkan total subsidi itu sesuai dengan rentang di asumsinya antara Rp97,37 triliun sampai Rp104,97 triliun," ucap Jisman dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (30/6/2025).
Jisman mengatakan, dengan dana tersebut, jumlah pelanggan listrik subsidi ditargetkan mencapai 44,88 juta pelanggan. Angka ini naik dibanding asumsi APBN 2025 yang sebesar 42,08 juta pelanggan.
Adapun, dia menyarankan asumsi makro dalam APBN 2026 yakni kurs dipatok Rp16.500 hingga Rp16.900 per US$. Lalu, Indonesian crude price (ICP) US$60 hingga US$80 per barel dan inflasi 1,5% hingga 3,5%.
"Kebijakan subsidi listrik tahun anggaran 2026, subsidi listrik untuk rumah tangga diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan serta mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, fiskal dan lingkungan," tutur Jisman.
Di sisi lain, Jisman menuturkan, pihaknya juga akan melakukan upaya pengendalian subsidi listrik. Adapun, pengendalian biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik itu dengan penetapan roadmap specific fuel consumption (SFC) pembangkit tenaga listrik PLN.
Lalu, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$7 per MMbtu, penetapan ceiling price pembelian tenaga listrik dari produsen swasta (IPP), penetapan roadmap susut jaringan tenaga listrik PLN, dan penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar US$70 per ton.
Baca Juga
Tak hanya itu, penerapan subsidi listrik rumah tangga tepat sasaran juga dilakukan melalui pemadanan data pelanggan bersubsidi dengan data kesejahteraan sosial yang ke depan akan menggunakan data tunggal sosial dan ekonomi (DTSEN).
Subsidi Listrik 2025 Jebol
Lebih lanjut, Jisman memproyeksi beban subsidi listrik jebol menjadi Rp90,32 triliun pada akhir 2025. Padahal, alokasi subsidi listrik dalam APBN 2025 hanya mencapai Rp87,72 triliun.
Artinya, biaya subsidi listrik membengkak sebesar Rp8,6 triliun. Sementara itu, realisasi penyaluran subsidi listrik per Mei 2025 baru mencapai Rp34,59 triliun.
Dia mengatakan, pembengkakan biaya subsidi listrik itu tak lepas dari melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan ICP, hingga inflasi.
"Kalau kami hitung untuk outlook 2025 ada Rp90,32 triliun. Memang ini dipicu oleh parameter yang tak bisa dikendalikan, paling tidak ada tiga, yakni ICP, kurs, dan inflasi," terang Jisman.
Dia menerangkan, subsidi listrik itu menyasar pelanggan PT PLN (Persero) untuk golongan rumah tangga 450 VA dan 900 VA, hingga UMKM. Perinciannya, pelanggan dengan daya 450 VA mencapai 24,75 juta dan 900 VA 10,49 juta per Mei 2025.
Adapun, total pelanggan subsidi listrik pada APBN 2025 ditetapkan sebesar 42,08 juta pelanggan. Menurut Jisman, pembengkakan subsidi listrik juga tak lepas dari kenaikan jumlah pelanggan, yakni menjadi 44,88 juta pelanggan di akhir 2025.
Di sisi lain, asumsi kurs rupiah pada APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp16.000 per US$, sedangkan pada outlook 2025 mencapai Rp16.351 per US$, atau mengalami kenaikan.