Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksi beban subsidi listrik jebol menjadi Rp90,32 triliun pada akhir 2025.
Padahal, alokasi subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hanya mencapai Rp87,72 triliun. Artinya, biaya subsidi listrik membengkak sebesar Rp8,6 triliun.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, pembengkakan biaya subsidi listrik itu tak lepas dari melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP), hingga inflasi.
"Kalau kami hitung untuk outlook 2025 ada Rp90,32 triliun. Memang ini dipicu oleh parameter yang tak bisa dikendalikan, paling tidak ada tiga, yakni ICP, kurs, dan inflasi," terang Jisman dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (30/6/2025).
Dia menerangkan, subsidi listrik itu menyasar pelanggan PT PLN (Persero) untuk golongan rumah tangga 450 VA dan 900 VA hingga UMKM. Perinciannya, pelanggan dengan daya 450 VA mencapai 24,75 juta dan 900 VA 10,49 juta per Mei 2025.
Adapun, total pelanggan subsidi listrik pada APBN 2025 ditetapkan sebesar 42,08 juta pelanggan. Sementara itu, realisasi penyaluran subsidi listrik per Mei 2025 baru mencapai Rp34,59 triliun.
Jisman menjelaskan, asumsi ICP pada APBN 2025 dipatok US$82 per barel. Namun, outlook 2025 besaran ICP itu dipatok sebesar US$71,11 per barel.
Sementara itu, asumsi kurs rupiah pada APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp16.000 per US$, sedangkan pada outlook 2025 mencapai Rp16.351 per US$, atau mengalami kenaikan.
Selain itu, pembengkakan subsidi listrik juga tak lepas dari kenaikan jumlah pelanggan, yakni menjadi 44,88 juta pelanggan pada akhir 2025.
Lebih lanjut, Jisman pun mengusulkan besaran subsidi listrik untuk APBN 2026 sebesar Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun. Dengan dana tersebut, jumlah pelanggan listrik subsidi ditargetkan mencapai 44,88 juta pelanggan.
Adapun, untuk asumsi makro pada 2026, kurs dipatok Rp16.500 hingga Rp16.900 per US$. Lalu, ICP US$60 hingga US$80 per barel dan inflasi 1,5% hingga 3,5%.
"Kebijakan subsidi listrik tahun anggaran 2026, subsidi listrik untuk rumah tangga diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan serta mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, fiskal dan lingkungan," tutur Jisman.
Di sisi lain, Jisman menuturkan, pihaknya juga akan melakukan upaya pengendalian subsidi listrik. Adapun, pengendalian biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik itu dengan penetapan roadmap specific fuel consumption (SFC) pembangkit tenaga listrik PLN.
Lalu, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$7 per MMbtu, penetapan ceiling price pembelian tenaga listrik dari produsen swasta (IPP), penetapan roadmap susut jaringan tenaga listrik PLN, dan penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar US$70 per ton.
Tak hanya itu, penerapan subsidi listrik rumah tangga tepat sasaran juga dilakukan melalui pemadanan data pelanggan bersubsidi dengan data kesejahteraan sosial yang ke depan akan menggunakan data tunggal sosial dan ekonomi (DTSEN).
Subsidi Listrik Diproyeksi Jebol hingga Rp90,32 Triliun Tahun Ini
Kementerian ESDM memproyeksi beban subsidi listrik membengkak jadi Rp90,32 triliun pada akhir 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

40 menit yang lalu
Saham Surya Internusa (SSIA) Bertenaga, Cek Dua Faktor Ini
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
