Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resep Ekonom Agar Beban Subsidi Listrik Dapat Ditekan

Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai pembengkakan biaya subsidi listrik berisiko meningkatkan beban fiskal.
Warga mengisi token listrik di salah satu rumah susun di Jakarta, Rabu (4/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Warga mengisi token listrik di salah satu rumah susun di Jakarta, Rabu (4/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengingatkan sejumlah hal kepada pemerintah seiring beban subsidi listrik yang diproyeksi jebol menjadi Rp90,32 triliun pada akhir 2025.

Adapun, beban subsidi listrik itu membengkak sekitar Rp2,6 triliun dari alokasi subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar Rp87,72 triliun.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, pembengkakan biaya subsidi listrik itu tak lepas dari melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP), hingga inflasi.

Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai pembengkakan biaya subsidi listrik berisiko meningkatkan beban fiskal sehingga mengurangi alokasi untuk sektor lain seperti kesehatan atau infrastruktur. 

Menurutnya, hal ini perlu dilihat secara berimbang, mengingat subsidi ini penting untuk menjaga menjaga daya beli masyarakat. Apalagi, tekanan ekonomi saat ini relatif lebih kuat, seperti ditandai dengan penurunan daya beli dan meningkatnya tren pemutusan hubungan kerja (PHK) industri terkait ekspor.

"Karena itu, pemerintah perlu memikirkan strategi yang tidak bersifat trade off antara kedua hal tersebut," ucap Ishak kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025). 

Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah mempercepat transisi ke energi terbarukan. Menurutnya, hal ini dapat memangkas biaya jangka panjang.

Sebab, biaya operasional energi terbarukan lebih rendah dibandingkan pembangkit berbahan bakar fosil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga bahan bakar global dan nilai tukar.

Meskipun investasi awalnya cukup tinggi, kata Ishak, dalam jangka panjang penggunaan energi hijau akan berpengaruh cukup besar pada penurunan beban subsidi di APBN. 

Dari sisi suplai, PT PLN (Persero) dapat menerapkan tarif listrik berbasis waktu yang mendorong pelanggan mengurangi konsumsi pada masa beban puncak. Selain itu, masih ada ruang untuk mendorong peningkatan efisiensi operasional PLN terutama dengan mengurangi susut jaringan yang masih sekitar 8%-9%.

"Di sini mungkin investasi Danantara bisa didorong sehingga dalam jangka panjang ketahanan energi dapat diperkuat dan ketergantungan terhadap subsidi dapat dikurangi dengan perbaikan pada sisi suplai tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi masyarakat," imbuh Ishak.

Ishak mengakui hal itu relatif kontroversial, khususnya dari kacamata produsen karena dapat mengurangi margin keuntungan mereka dibandingkan ekspor dengan harga pasar internasional. 

Secara teknis, Ishak menuturkan, pemerintah bisa mempertimbangkan opsi untuk menurunkan harga domestic market obligation (DMO) batu bara kepada PLN di bawah US$70 per ton. Menurutnya, hal ini bisa jadi pilihan karena biaya produksi batu bara di Indonesia relatif rendah dibandingkan harga internasional.

Hal ini terutama untuk batu bara berkalori rendah hingga menengah yang digunakan PLN, kebanyakan di bawah 6.000 kcal/kg GAR.

"Idealnya kebijakan ini harus dipadukan dengan peningkatan partisipasi BUMN dalam pengelolaan sektor energi termasuk batu bara sehingga pengaturan harga jual ke PLN tidak harus mengacu pada harga keekonomian yang mengacu pada harga internasional yang cenderung fluktuatif, yang seringkali jauh di atas biaya produksi nasional," tutur Ishak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper