Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN (Persero) tengah waswas akan dampak dari fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ke kinerja keuangan perseroan. Untuk itu PLN menyiapkan sejumlah strategi hedging atau perlindungan nilai aset dan strategi antisipatif lainnya.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, sebanyak 72% dari biaya operasi yang mencakup energi primer, pembangkit sewa, pembangkit produsen listrik swasta (IPP), dan pemeliharaan berbasis valuta asing, maupun rupiah, mengikuti indeks valuta asing (valas). Pembayaran beban bunga 63% nya-juga dalam bentuk valas (USD, EUR, JPY).
"Biaya operasi kita 72% akan terdampak pada fluktuasi dolar valas dengan rupiah, tetapi di sisi lain pendapatan usaha PLN 100% adalah berbasis rupiah, baik penjualan listrik, beyond kWh, subsidi, dan kompensasi," ujar Darmawan dalam RDP Komisi VI DPR RI, Kamis (22/5/2025).
Pihaknya juga telah melakukan simulasi skenario terburuk di tengah ketidakpastian global saat ini, dengan kurs akhir periode Rp17.500 dan Indonesian crude price (ICP) US$82 per barel.
Dari simulasi tersebut, PLN mengakui akan ada kenaikan biaya pokok produksi listrik dari Rp1.822 per kWh menjadi Rp1.851 per kWh atau peningkatan Rp29 per kWh.
"Untuk itu, ada dampak terhadap subsidi kompensasi peningkatan sebesar Rp6,5 triliun per tahun," katanya.
Baca Juga
Dalam hal ini, PLN telah mempersiapkan risiko fluktuasi kurs terhadap kinerja keuangan perusahaan dan beban fiskal negara. Strategi yang dilakukan yakni dengan meningkaatkan pendapatan melalui penjualan listrik, menurunkan biaya operasional, strategi pengelolaan debt service, dan hedging.
Untuk diketahui, pada tahun lalu berdasarkan target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar 300 terrawatt hour (TWh). Namun, PLN mampu melebih target penjualan listrik hingga 306 TWh.
"Kemudian di tahun 2025 ini kami sedikit ambisius, yaitu peningkatan penjualan dari 306 menjadi 325. Nah, sampai dengan April 2025 ini kita mencapai penjualan lebih tinggi 6% dari penjualan April di tahun 2024, yang artinya pertumbuhan penjualan listrik masih sangat sehat," terangnya.
Di sisi lain, Darmawan menuturkan, pihaknya juga akan melakukan optimasi pembiayaan dari bahan bakar dan pelumas, pembelian tenaga listrik, biaya pemeliharaan, biaya kepegawaian, dan biaya administrasi.
"Kami juga melakukan upaya penurunan biaya debt service dengan inisiatif pengelolaan keuangan dengan lebih prudent dan juga lebih optimal. Kami juga melakukan strategi hedging untuk menekan risiko exposure terhadap valas dan juga pinjaman terhadap valas," tambahnya.
Meskipun menghadapi fluktuasi kurs, PLN berhasil menurunkan interest bearing debt hingga Rp46,7 triliun dan juga beban bunga hingga Rp3,1 triliun sejak 2020.
Interest bearing debt menurun 10,4%, beban bunga turun 11,3% yang di antaranya adalah proaktif dalam debt management, pengendalian likuiditas hingga digitalisasi pembayaran.
"Kami melakukan strategi hedging ini sudah sesuai dengan Permen BUMN, baik itu untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar, meningkatkan kepastian perencanaan keuangan, dan juga meningkatkan reputasi dan juga akses terhadap pembiayaan baik masa kini maupun masa mendatang," pungkasnya.