Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menyampaikan bahwa pemerintah perlu mengakselerasi belanja negara, utamanya belanja modal dan barang yang dinilai lebih efektif memberikan dampak kepada ekonomi ketimbang stimulus senilai Rp24,4 triliun.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet tidak menampik bahwa memang beberapa stimulus tersebut akan menjadi pendorong realisasi belanja pemerintah terutama untuk beberapa pos seperti belanja pegawai, bansos, hingga belanja lain-lain.
Meskipun demikian, pos belanja tersebut tidak memberikan efek pengganda yang besar terhadap ekonomi.
“Pos-pos yang signifikan mendorong belanja pemerintah dan memberikan efek pengganda ke perekonomian misalnya belanja modal dan belanja barang,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).
Sebagaimana diketahui, pemerintah merencanakan penyaluran stimulus senilai Rp24,4 triliun untuk melindungi daya beli masyarakat dan dunia usaha serta stabilitas ekonomi.
Mulai dari diskon transportasi, diskon tarif tol, penebalan bantuan sosial (bansos), bantuan subsidi upah (BSU), dan perpanjangan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) pada Juni dan Juli 2025.
Baca Juga
Di samping itu, pemerintah juga melaksanakan penyaluran gaji ke-13 bagi ASN, TNI/Polri, dan pensiunan dengan anggaran senilai Rp49,3 triliun sejak awal Juni.
Yusuf berpandangan, jika ingin mendorong kontribusi belanja pemerintah pada PDB, fokusnya tidak boleh hanya pada komponen stimulus dan belanja gaji ke-13.
Pasalnya untuk gaji ke 13 termasuk dalam belanja pegawai, sementara realisasi belanja pegawai pada Mei sudah mencapai 40%. Meski masih rendah, tetapi setidaknya lebih baik dibandingkan dengan pos belanja lain.
Sementara belanja modal tercatat realisasinya senilai Rp55,6 triliun atau 23,7% dari pagu dan belanja barang senilai Rp97,4 triliun atau 20,1% dari pagu per Mei 2025.
Artinya, dua pos belanja ini hanya mencapai Rp153,1 triliun, lebih rendah dari realisasi periode yang sama tahun lalu senilai Rp172,5 triliun.
Padahal, dua pos belanja tersebut juga menciptakan proyek-proyek baru yang bersifat padat modal dan padat karya.
“Jadi seharusnya pos-pos inilah yang juga perlu diakselerasi oleh belanja pemerintah dalam konteks mendorong belanja dan kontribusi pada PDB,” ujarnya.
Pemerintah pada dasarnya merencanakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun ini. Namun, pada kuartal I/2025 ekonomi hanya mampu tumbuh 4,87%, salah satunya imbas efisiensi belanja pemerintah.