Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Risalah rapat FOMC The Fed 6-7 Mei lalu menunjukkan bank sentral akan menghadapi tekanan inflasi yang belum mereda dan meningkatnya angka pengangguran.
Gedung kantor Federal Reserve (The Fed) di Washington, Amerika Serikat pada Rabu (26/1/2022). / Reuters-Joshua Roberts
Gedung kantor Federal Reserve (The Fed) di Washington, Amerika Serikat pada Rabu (26/1/2022). / Reuters-Joshua Roberts

Bisnis.com, JAKARTA – Para pejabat bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan potensi pertarungan kebijakan yang rumit dalam beberapa bulan mendatang.

Dalam risalah pertemuan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 6-7 Mei lalu, The Fed menyatakan akan menghadapi tekanan inflasi yang belum mereda bersamaan dengan meningkatnya angka pengangguran. Risiko ini muncul di tengah kekhawatiran atas volatilitas pasar keuangan dan peringatan staf internal Fed mengenai potensi resesi yang semakin besar.

Pandangan muram tersebut kemungkinan telah sedikit bergeser setelah Presiden Donald Trump, sepekan pasca-rapat, menunda penerapan tarif impor yang paling ekstrem, termasuk bea masuk 145% atas produk asal China. Keputusan tersebut sempat menekan pasar obligasi, menjatuhkan harga saham, dan memperkuat prediksi perlambatan tajam ekonomi AS.

Namun, risalah rapat yang dirilis Rabu (28/5/2025) tetap menunjukkan bahwa para pejabat The Fed terlibat dalam diskusi penting mengenai dampak kebijakan perdagangan yang terus berubah dari Gedung Putih. Meskipun tarif tinggi telah ditangguhkan, ketidakpastian tetap menyelimuti prospek ekonomi ke depan.

Pejabat Fed menyoroti gejolak pasar obligasi sebagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan, serta menekankan bahwa perubahan persepsi terhadap dolar AS sebagai aset aman dan kenaikan imbal hasil Treasury bisa berdampak jangka panjang terhadap ekonomi.

Kemungkinan inflasi dan pengangguran naik secara bersamaan disebut sebagai tantangan utama, yang dapat memaksa bank sentral memilih antara memperketat kebijakan moneter untuk menekan inflasi atau memangkas suku bunga demi mendukung pertumbuhan dan pekerjaan.

"Hampir semua peserta mengomentari risiko bahwa inflasi dapat menjadi lebih persisten daripada yang diperkirakan, karena ekonomi beradaptasi dengan pajak impor yang lebih tinggi yang diusulkan oleh pemerintahan Trump,” demikian tulis risalah rapat FOMC seperti dikutip Reuters, Kamis (29/5/2025).

Mereka menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi telah meningkat, dan pendekatan kebijakan yang lebih hati-hati dibutuhkan hingga dampak berbagai perubahan kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas.

Risiko di Dua Sisi

Staf The Fed dalam pemaparan mereka menyampaikan bahwa kombinasi tarif dan pelemahan pasar tenaga kerja dapat mendorong inflasi jauh di atas target 2%, sementara tingkat pengangguran diperkirakan melampaui ambang batas pekerjaan penuh dan bertahan di level tersebut selama dua tahun ke depan.

Per April, tingkat pengangguran AS berada di 4,2%. Sementara itu, Fed menilai angka 4,6% sebagai tingkat pengangguran jangka panjang yang masih berkelanjutan dengan inflasi stabil di 2%.

Penundaan tarif yang paling agresif telah membuat sejumlah analis menurunkan estimasi risiko resesi mereka, meskipun pada awal Mei staf Fed masih menilai kemungkinan resesi hampir setara dengan proyeksi dasar pertumbuhan yang melambat namun tetap berlanjut.

Secara teori, tarif tinggi itu hanya ditangguhkan hingga Juli sambil menunggu negosiasi soal tingkat tarif akhir. Baik pejabat Fed maupun pelaku bisnis masih dibayangi ketidakjelasan mengenai arah kebijakan ekonomi.

Ketidakpastian itulah yang mendominasi rapat awal Mei, ketika Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,5%. Dalam konferensi pers usai rapat, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral akan menahan diri dari perubahan kebijakan hingga ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintahan Trump mengenai rencana tarif dan dampaknya terhadap perekonomian.

Pernyataan terseut kemudian dikukuhkan lagi oleh Powell dan sejumlah pejabat Fed dalam beberapa pekan terakhir.

The Fed dijadwalkan menggelar rapat berikutnya pada 17-18 Juni, di mana proyeksi terbaru dari para pembuat kebijakan terkait inflasi, ketenagakerjaan, dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis, beserta pandangan mereka mengenai suku bunga yang sesuai ke depan.

Dalam pertemuan Maret, proyeksi median menunjukkan dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin poin hingga akhir 2025.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper