Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkap korban pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 24.036 orang hingga 23 April 2025. Jawa Tengah, Daerah Khusus Jakarta, dan Riau menjadi provinsi dengan kasus PHK terbanyak sepanjang 2025.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkap, jumlah PHK hingga April 2025 sudah mencapai sepertiga dari total kasus PHK yang terjadi di 2024 yang kala itu sebanyak 77.965 orang.
“Saat ini sudah terdata adalah sekitar 24.000, jadi sudah sepertiga lebih dari 2024,” kata Yassierli dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (5/5/2025).
Dari total tersebut, Yassierli mengungkap bahwa kasus PHK paling banyak terjadi di sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta aktivitas jasa lainnya.
Yassierli mengungkap, ada berbagai faktor yang memicu PHK di Indonesia. Dia menyebut, setidaknya ada tujuh faktor dominan yang menyebabkan PHK.
Pertama, kata dia, karena perusahaan mengalami kerugian atau tutup imbas kondisi pasar dalam negeri maupun luar negeri yang menurun. Kedua, relokasi usaha karena alasan tidak mampu bersaing dan mencari daerah yang upah minimumnya lebih rendah.
Baca Juga
Ketiga, terjadi kasus perselisihan hubungan industrial karena pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh, yang berujung pada PHK terhadap pengurus serikat pekerja/buruh.
Keempat, tindakan balasan pengusaha akibat mogok kerja. Kelima, alasan efisiensi untuk mencegah kerugian. Kemudian, kebijakan transformasi perusahaan, dan terakhir, pailit atau dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
“Jadi penyebabnya beragam. Ketika ditanya mitigasi seperti apa tapi kita harus lihat case by base,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yassierli juga mengungkap langkah mitigasi yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini, dia menyebut bahwa beberapa upaya berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Diantaranya, kebijakan fiskal dan insentif pajak, stimulus ekonomi dan subsidi, dukungan restrukturisasi utang, proteksi industri dalam negeri, diversifikasi pasar dan ekspor, serta digitalisasi dan inovasi industri.
Khusus untuk industri padat karya, Yassierli menuturkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas tax allowance untuk 45 perusahaan di sektor padat karya, pembiayaan kredit investasi 2025, insentif PPh21 bagi pekerja, serta bantuan iuran jaminan kecelakaan kerja di BPJS Ketenagakerjaan sebesar 50%.
“Tentu ini terus kita reviu dan sempurnakan,” pungkasnya.