Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dikeluhkan Pengusaha, Bahlil Sebut Tarif Royalti Minerba untuk Kerek Pendapatan Negara

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia merespons soal sejumlah keluhan dari beberapa pengusaha mengenai aturan baru terkait tarif royalti minerba
Ilustrasi Kapal Tongkang /ANTARA-Nova Wahyudi
Ilustrasi Kapal Tongkang /ANTARA-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia merespons sejumlah keluhan dari beberapa pengusaha mengenai aturan baru terkait tarif royalti minerba

Bahlil menyebut tarif royalti minerba yang baru sudah disusun secara terperinci pada Peraturan Pemerintah (PP) No.19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Dia juga menyebut tarif baru itu sudah disosialisasikan termasuk ke pengusaha. 

"Saya mengerti juga suasana kebatinan mereka. Saya sangat memahami kan saya mantan pengusaha. Tetapi di sisi lain memang pemerintah juga harus membuat sebuah regulasi yang juga menjaga, agar menambah pendapatan negara kita," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

Pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu menyebut implementasi aturan baru tarif royalti minerba akan dinamis mengikuti pergerakan harga komoditas, sebagaimana telah diatur dalam PP tersebut.

"Sebenarnya kalau tabelnya itu kalau harganya turun, dia tidak dikenakan kenaikan yang tinggi. Tetapi kalau kenaikan harga komoditasnya naik, itu baru akan dikenakan harga naik signifikan," ujar Bahlil. 

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia atau APNI menyatakan keprihatinan atas aturan baru mengenai royalti minerba. Mereka meminta agar pemerintah mengevaluasi ulang aturan itu dan mengusulkan revisi formula harga patokan mineral (HPM). 

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin mengatakan pemerintah menaikkan tarif royalti nikel saat momen yang tidak tepat. Harga nikel global saat ini turun drastis imbas ketegangan geopolitik dan eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. 

“Kenaikan tarif royalti di tengah ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan menambah tekanan terhadap industri nikel nasional, baik di hulu maupun di hilir, dan berisiko mengurangi daya saing serta kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional,” ujar Meidy dalam siaran persnya, Rabu (16/4/2025).

Adapun pemerintah menaikkan sejumlah tarif royalti minerba seperti seperti batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara bukan pajak alias PNBP.

Aturan peningkatan royalti minerba itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Beleid baru ini menggantikan PP No. 26/2022, yang sebelumnya mengatur tarif royalti minerba.

Dalam Pasal 7 PP No. 19/2025, ditegaskan bahwa seluruh PNBP yang berlaku pada Kementerian ESDM wajib disetor ke kas negara.

Berikut Jenis Royalti Minerba yang tarifnya naik:

1. Batu bara (open pit) tingkat kalori ≤ 4.200 kkal/kg dengan harga batu bara acuan (HBA) ≥ US$90: dari 8% per ton menjadi 9% per ton.

2. Batu bara (open pit) tingkat kalori > 4.200–5.200 kkal/kg dengan HBA ≥ US$90: dari 10,5% per ton menjadi 11,5% per ton.

3. Bijih nikel: dari tarif tunggal 10% per ton menjadi multitarif 14%–19% per ton sesuai harga mineral acuan (HMA)

4. Nikel matte: dari tarif tunggal 2% per ton menjadi multitarif 3,5%–5,5% per ton sesuai HMA

5. Ferro nikel: dari tarif tunggal 2% per ton menjadi multitarif 4%–6% per ton sesuai HMA

6. Tembaga (bijih tembaga): dari tarif tunggal 5% per ton menjadi 10%–17% per ton sesuai HMA

7. Emas (bijih tembaga): dari multitarif 3,75%–10% per ons sesuai harga menjadi multitarif 7%–16% per troy ounce sesuai harga.

8. Tembaga (konsentrat tembaga): dari tarif tunggal 4% per ton menjadi multitarif 7%–10% per ton sesuai HMA

9. Emas (konsentrat tembaga): dari multitarif 3,75–10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%–16% per troy ounce sesuai harga

10. Perak (konsentrat tembaga): dari 4% per ons menjadi 5% per troy ounce

11. Katoda tembaga: dari tarif tunggal 2% per ton menjadi multitarif 4%–7% per ton sesuai HMA 

12. Emas (lumpur anoda): dari multitarif 3,75–10% per ounces sesuai harga menjadi multitarif 7%–16% per troy ounce sesuai harga

13. Perak (lumpur anoda): dari 3,25% per ons menjadi 5% per troy ounce 

14. Platina (lumpur anoda): dari 2% per ton menjadi 3,75% per troy ounce 

15. Emas primer (emas sebagai logam utama): dari multitarif 3,75–10% per ons sesuai harga menjadi multitarif 7%–16% per troy ounce sesuai harga

16. Perak primer: dari 3,25 per ons menjadi 5% per troy ounce 

17. Logam timah: dari tarif tunggal 3% per ton menjadi multitarif 3%–10% per ton sesuai HMA 

18. Emas (bullion timbal): dari multitarif 3,75–10% per ond sesuai harga menjadi multitarif 7%–16% per troy ounce sesuai harga

19. Perak (bullion timbal): dari 3,25% per ons menjadi 5% per troy ounce


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper