Bisnis.com, JAKARTA — Eksportir menyebut penundaan skema tarif timbal balik atau tarif resiprokal selama 90 hari bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor barang ke Amerika Serikat (AS).
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan kesempatan itu terbuka selama 90 hari ke depan.
“Kesempatan untuk mengirim barang selama penundaan reciprocal tariff,” kata Benny kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).
Menurut Benny, penundaan kebijakan tarif tinggi akan menguntungkan Indonesia. Salah satu keuntungan untuk Indonesia adalah bisa lakukan pengiriman barang dengan tarif 10% terhadap harga cost and freight (CNF) atau eksportir menanggung biaya transportasi barang cargo sampai ke pelabuhan tujuan.
Meski demikian, Benny juga menyebut pemerintah harus tetap mengantisipasi penundaan kebijakan tarif tinggi Trump pasca 90 hari ke depan.
“Kita harus antisipasi setelah 90 hari, berapa kira-kira tarif yang dikenakan [AS] kepada Indonesia,” jelasnya.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum penundaan tarif ini untuk menyesuaikan kembali skema negosiasi.
“Penundaan [tarif tinggi] ini bisa dibaca sebagai jendela waktu untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam kerangka kerja sama perdagangan dan investasi yang lebih seimbang dengan AS,” kata Andry kepada Bisnis.
Andry menuturkan bahwa pemerintah harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sempat tertunda, termasuk memperbesar impor dari AS.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga harus mendorong relaksasi hambatan non-tarif untuk produk ekspor unggulan Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus tetap memperkuat diversifikasi pasar.
“Indonesia juga harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor dan investasi, mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi,” tandasnya.