Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana menurunkan tarif PPh impor atas produk asal AS. Kendati demikian, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar mewanti-wanti bahwa kebijakan tersebut berpotensi menaikkan harga.
Fajry menjelaskan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Barang Impor (PPh impor) berperan sebagai kredit pajak. Artinya, PPh impor dibayarkan di muka dan kemudian dikreditkan terhadap kewajiban pajak akhir.
Alurnya, jika tarif PPh impor turun, maka beban pengeluaran di muka berkurang sehingga ruang arus modal lebih longgar.
"Kenyataan tidak semudah itu, perlu proses untuk mendapatkan restitusi. Hal ini menyebabkan masalah likuiditas [bagi importir]," ujar Fajry kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).
Alasannya, pengkreditan PPh impor masih harus mengalir melalui mekanisme administrasi meski tarifnya turun. Jika proses pengkreditan atau restitusi (pengembalian kelebihan bayar) mengalami keterlambatan, maka importir harus menunggu lebih lama untuk 'mendapatkan kembali' dana tersebut.
Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan kas operasional korporasi dengan waktu realisasi kredit pajak yang pada akhirnya berpotensi mengganggu likuiditas.
Baca Juga
"Ini [likuiditas terganggu] kemudian mendorong mereka [importir] menaikkan harga," ungkap Fajry.
Rencana Pemerintah
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan siap memberikan diskon tarif PPh impor untuk produk-produk asal AS.
Langkah tersebut merupakan salah satu respons pemerintah atas keputusan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif sebesar 32% untuk produk-produk asal Indonesia. Dengan demikian, pemerintah tidak ingin mengambil langkah pembalasan dagang (retaliasi), melainkan negosiasi.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah siap melakukan penyesuaian tarif PPh impor untuk produk tertentu seperti elektronik, seluler, dan laptop—dari yang awalnya dikenai PPh impor sebesar 2,5% menjadi 0,5%.
"Ini berarti mengurangi lagi 2% beban tarif. Jadi anything [apa pun] yang bisa mengurangi beban tarif karena sudah adanya beban tarif selama belum turun dari Amerika, kita akan coba lakukan," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).