Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman meminta agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) lebih transparan perihal syarat pelaku usaha untuk menjadi importir bawang putih sehingga bisa mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI).
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengakui bahwa hasil pengawasan Ombudsman masih menemukan adanya celah importasi bawang putih.
“Misalnya dalam rangka pengembangan iklim usaha yang kondusif dan kepastian dalam berusaha, semestinya pemerintah juga menyampaikan sebetulnya apa syarat pelaku usaha mendapatkan impor bawang putih,” kata Yeka kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (28/3/2025).
Terlebih, Yeka mengungkap kebijakan dalam penerbitan SPI tidak mencantumkan sanksi yang tegas jika importir tidak memenuhi kuota importasi.
Ombudsman menilai, pemerintah melalui Kemendag perlu mengatur masa berlaku SPI, misalnya dengan jangka waktu 3–6 bulan. Sebab, jika tidak, maka hal ini bisa menimbulkan spekulasi permainan yang menguntungkan pihak tertentu.
“Mestinya seperti itu [kebijakan SPI bawang putih diperketat] sehingga nanti tidak ada aspek spekulasi. Nah sekarang karena tidak ada seperti itu, ya akhirnya bisa jadi ada spekulasi,” tuturnya.
Baca Juga
Selain itu, Yeka menyarankan agar Kemendag memanggil para pelaku usaha lain yang belum mendapatkan SPI, jika importir tidak mampu menyuplai bawang putih. Dengan begitu, tata kelola importasi bawang putih menjadi lebih baik lagi.
“Jadi ada evaluasi yang sifatnya dinamis mana kala misalnya importir tidak mampu menyuplai barang, maka surat persetujuan impor dapat dialihkan kepada pelaku usaha lainnya yang memiliki kompetensi,” tuturnya.
Di sisi lain, Ombudsman juga menyoroti perihal penerbitan perizinan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) maupun SPI oleh Kemendag.
Ombudsman, kata Yeka, melihat apabila produk komoditas pertanian yang tidak dapat dipenuhi sebagian besar atau paling tidak lebih dari 90% dari produksi nasional, maka RIPH tidak diperlukan.
“Sebetulnya RIPH itu menurut pandangan Ombudsman tidak relevan. Jadi cukup pengetatan terkait regulasi kekarantinaan saja itu sebagai perizinan yang memadai bagi importasi bawang putih. Dan selanjutnya setelah dipenuhi aspek-aspek kekarantinaan tentunya SPI bisa diterbitkan,” tuturnya.
Apalagi, menurut Ombudsman, penerbitan RIPH oleh Kementan agak bias dengan regulasi yang dimiliki Badan Pangan Nasional (Bapanas), ini lantaran bawang putih menjadi salah satu komoditas yang diatur oleh Bapanas.
Untuk itu, Ombudsman menyarankan agar tata kelola dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), di mana RIPH atau neraca komoditas ditentukan oleh Bapanas dari sisi hulu.
Sayangnya, Yeka menuturkan bahwa sejatinya Ombudsman tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penegakan sanksi. Sehingga, Ombudsman hanya menyarankan bahwa pemerintah bisa meningkatkan pelayanan publik dengan membenahi tata kelola di hulu.
“Namun jika pemerintah ternyata memiliki pandangan lain, itu menjadi urusan pemerintah pada akhirnya,” tandasnya.
Realisasi Impor Bawang Putih
Untuk diketahui, realisasi impor bawang putih baru mencapai 15,61% atau sebanyak 35.292 ton dari alokasi persetujuan impor (PI) 2025. Padahal, Kemendag telah menerbitkan sebanyak 39 PI untuk mengimpor 226.101 ton bawang putih di tahun ini.
Sementara itu, rencana importasi bawang putih yang akan tiba pada Maret adalah sebanyak 36.425 ton, April sebesar 28.375 ton, dan Mei 2025 sebanyak 15.515 ton.
Jika mengacu Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kemenko Pangan pada 9 Desember 2024 dan Neraca Pangan 2025 dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), stok awal 2025 untuk bawang putih adalah sebanyak 53.484 ton dengan perkiraan produksi 23.141 ton.
Sementara itu, kebutuhan tahunan bawang putih mencapai 653.739 ton dan kebutuhan bulanan adalah 54.478 ton. Adapun, alokasi kebutuhan impor bawang putih adalah 550.000 ton dan perkiraan stok akhir 2025 adalah 6.206 ton bawang putih.
Kemendag menyebut nilai tukar rupiah yang melemah menjadi salah satu alasan importir tak kunjung melakukan realisasi importasi bawang putih.
Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Pengamanan Pasar Kemendag Tommy Andana mengatakan bahwa banyak importir belum merealisasikan bawang putih lantaran masih dalam posisi wait and see. Kondisi ini imbas adanya kebijakan penyaluran bawang putih untuk keperluan operasi pasar selama puasa dan lebaran.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kemendag, Tommy mengaku para pelaku usaha yang telah mengantongi persetujuan impor (PI) bawang putih rata-rata belum merealisasikannya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya nilai tukar kurs.
“Kalau kami tanya itu jawabannya masih mengambang. Alasan katanya cuaca, alasannya juga karena misalnya tingginya kurs, kemudian juga ada beberapa yang mereka dikhawatirkan pada saat mereka barang datang untuk dijadikan operasi pasar,” kata Tommy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025, dikutip dari YouTube Kemendagri pada Rabu (26/3/2025).
Tommy menyampaikan Kemendag terus mendorong para importir untuk segera merealisasikan PI bawang putih. “Ini sudah kami surati dan kami tekankan, mudah-mudahan para pelaku usaha pemegang PI bawang putih segera untuk merealisasikan persetujuan impor,” pungkasnya.