Asesmen Bank Indonesia
Sementara itu, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset BI Fitra Jusdiman menyatakan asesmen otoritas moneter terkait ancaman perang dagang masih sama seperti yang disampaikan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19 Februari 2025.
Saat itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan ketidakpastian pasar keuangan global akan tetap tinggi usai kebijakan tarif impor AS lebih cepat dan luas dari prakiraan. Akibatnya penurunan FFR diperkirakan akan terbatas.
Akibatnya, preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS semakin besar. Sejalan dengan itu, indeks mata uang dolar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia.
"Ketidakpastian global yang tetap tinggi terus memerlukan respons kebijakan yang kuat sehingga dapat memitigasi dampak rambatannya untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," ujar Perry dalam konferensi pers itu.
Ke depan, dia menyatakan BI akan tetap mencoba menstabilkan kurs rupiah dengan dukungan imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Menurutnya, seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan seperti penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, sekuritas valas Bank Indonesia (SVBI), dan sukuk valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing.
Baca Juga
"Penguatan kebijakan pemerintah terkait DHE SDA yang berlaku mulai 1 Maret 2025 diprakirakan akan turut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah ke depan," tutup Perry.