Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Investor Asing Hengkang dari RI, Pakar Singgung Industri Tak Nyaman

Sejumlah industri asing yang sebelumnya memproduksi barang industri di Indonesia kabur ke negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, hingga India.
PT Sanken Indonesia yang berlokasi di Kawasan Industri MM2100 Cikarang Barat, Bekasi/Dok. Sanken.
PT Sanken Indonesia yang berlokasi di Kawasan Industri MM2100 Cikarang Barat, Bekasi/Dok. Sanken.

Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena investasi asing yang hengkang dari Indonesia maupun penutupan pabrik lokal dinilai menjadi pertanda industri dalam negeri tak baik-baik saja. Hal ini juga menandakan perlunya perbaikan tata kelola dan pembenahan investasi Tanah Air. 

Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Universitas Paramadina Ahmad Badawi Saluy. Dia melihat sejumlah industri asing yang sebelumnya memproduksi barang industri di Indonesia kabur ke negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, hingga India. 

"Kalau ditanya ini pertanda bahwa negara kita tidak baik-baik saja? Oh iya, kalau Indonesia baik-baik saja tidak mungkin mereka hengkang, kalau mereka nyaman mendapatkan keuntungan gak mungkin mereka lari," kata Badawi dalam Diskusi Indef, Kamis (27/2/2025). 

Dia tak memungkiri bahwa hengkangnya sejumlah industri keluar Indonesia tak lepas dari kondisi dan situasi iklim usaha dalam negeri. Menurut dia, investor melihat Indonesia prospektif. Namun, terdapat ketidaknyamanan dalam berusaha. 

Dalam hal ini, Badawi menyoroti berbagai pertimbangan investor dari sisi perhitungan bisnis, utamanya terkait kemudahan pembiayaan dan risiko keuangan lainnya. 

"Investasi itu kan bukan uang pribadi, uangnya datang dari lembaga keuangan yang punya risiko artinya dia harus kembalikan tepat waktu, dan menghitung suku bunga, kalau misalkan birokrasi kita sangat tidak menguntungkan bagi mereka, pajaknya dan sebagainya kemudian ada perlakuan diskriminatif itu juga sangat menjadi bahan pertimbangan mereka," terangnya. 

Tak hanya itu, dia juga menilai kebijakan terkait ketenagakerjaan yang membuat investor maju mundur. Sebab, belanja tenaga kerja juga menjadi pertimbangan besar sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. 

Badawi menuturkan bahwa pemerintah harus memiliki perhatian besar terhadap investasi-investasi yang datang dari asing maupun dari dalam negeri, utamanya terkait dengan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam berusaha. 

"Misalkan Vietnam, di sana itu pemerintahnya kan lebih memberikan rasa nyaman, perlindungan kepada investasi asing, kemudian aturan main tentang perburuhan kemudian birokrasi yang humanis yang bisa diterima dan membuat mereka nyaman di situ," terangnya. 

Lebih lanjut, hengkangnya inevstasi industri asing dari Indonesia dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja manufaktur. Apalagi, dalam catatannya, serapan tenaga kerja industri pengolahan stagnan di kisaran 13,83% pada 2024 dari total penduduk bekerja 144,64 juta orang. 

Di sisi lain, Badawi juga menyoroti perkembangan industri dalam negeri yang butuh perubahan, khususnya terkait pemanfaatan teknologi industri di Indonesia yang masih rendah di kisaran 4,5%, sementara di Vietnam penggunaan teknologi tinggi telah mencapai 41%, Malaysia juga unggul 43,2%, dan Thailand 25%.

Baru-baru ini, pabrikan peralatan listrik PT Sanken Indonesia yang merupakan produsen asal Jepang yang berlokasi di Cikarang memutuskan untuk hengkang pada Juni 2025. Setidaknya 457 buruh terdampak dari penutupan pabrik tersebut. 

Adapun, penutupan pabrik Sanken Indonesia yang berlokasi di Cikarang itu dilakukan lantaran terjadi peralihan bisnis yang dilakukan perusahaan pusatnya di Jepang dari produsen alat listrik ke semikonduktor.  

Fenomena penutupan pabrik kembali terjadi awal tahun ini yang menimpa lini produksi pabrik piano milik Yamaha. Adapun, penutupan produksi pabrik ini akan berakibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berdampak ke 1.100 pekerja.  

Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan, dua pabrikan alat musik Yamaha akan menutup fasilitas produksinya secara bertahap.  

“Saat ini sedang negosiasi [manajemen dan buruh]. Kedua-duanya pabrik divisi piano karena order menurun diputuskan di produksi di China dan Jepang,” kata Riden kepada Bisnis, Kamis (27/2/2025).  

Adapun, pabrik pertama yang akan tutup yaitu PT Yamaha Music Product Asia MM 2100 di Bekasi pada akhir Maret 2025. Jumlah tenaga kerja yang ada dan berpotensi terkena PHK yaitu sebanyak 400 orang. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper