Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Kepercayaan Industri Ekspansif di 2024, Tapi Kok Banyak Pabrik Tutup?

Kemenperin menjelaskan terkait dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang berada di level ekspansi pada 2024, tapi di sisi lain banyak pabrik yang tutup.
Karyawan dan karyawati menyelesaikan pembuatan baju di pabrik milik PT Sri Rezeki Isman Tbk. (Sritex), Sukoharjo, Jawa Tengah. Bisnis/Yayus Yuswoprihanto
Karyawan dan karyawati menyelesaikan pembuatan baju di pabrik milik PT Sri Rezeki Isman Tbk. (Sritex), Sukoharjo, Jawa Tengah. Bisnis/Yayus Yuswoprihanto

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan penjelasan terkait Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang berada di level ekspansi sepanjang 2024, meski Purchasing Manufacturing Index (PMI) manufaktur kontraksi 5 bulan beruntun. Terlebih, tak sedikit kabar pabrik industri tutup pada tahun ini.

Untuk diketahui, IKI Desember 2024 berada di angka 52,93 atau turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya 52,95. Sejak awal tahun IKI bertahan di level ekspansi atau di atas batas ambang angka indeks 50. Indeks ini mencerminkan variabel pesanan baru, persediaan produk hingga produksi. 

Sementara itu, PMI Manufaktur Indonesia pada November 2024 terkontraksi di level 49,6 naik dari bulan sebelumnya 49,2. Tren kontraksi tersebut dimulai pada Juli 2024 dengan angka 49,3 turun dari bulan sebelumnya 50,7. 

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan perbedaan data tersebut disebabkan sampel data yang berbeda. Dia menegaskan bahwa IKI mengambil sampel nyaris 3.000 perusahaan industri dari 23 subsektor, sedangkan PMI manufaktur yang dikeluarkan S&P Global hanya menggunakan sampel dari 400 perusahaan industri lokal. 

"IKI lebih komprehensif dan lebih kuat dibanding PMI karena jumlah sampel nya lebih banyak dan subsektornya lebih detail. Jadi hasil IKI dan PMI berbeda silakan nilai sendiri," kata Febri dalam konferensi pers IKI Desember 2024 di Jakarta, Senin (30/12/2024). 

Kendati demikian, Febri tak menampik banyaknya pabrik yang bangkrut dan tutup hingga berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam beberapa waktu terakhir. Menurut dia, kondisi ini terjadi karena kebijakan relaksasi impor yang membuat produk industri lokal tergerus karena banjirnya produk impor yang lebih murah.

Dalam catatan Bisnis, penutupan pabrik ban PT Hung-A di Cikarang pada Februari 2024 yang menyebabkan 1.500 karyawan terimbas PHK. Pada April 2024, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) juga menutup operasional pabrik sepatunya di Purwakarta setelah mengalami kerugian 4 tahun terakhir. 

Terkini, data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dalam 2 tahun terakhir yang memicu PHK sebanyak 250.000 karyawan. 

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta mengatakan perusahaan tekstil tersebut tutup dipicu maraknya impor ilegal yang membanjiri pasar domestik, sementara pengendalian arus impor dinilai tak dijaga ketat oleh pemerintah.  

"Tahun 2024 sudah banyak pabrik yang tutup. Sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi. Akhirnya, sekitar 250.0000 karyawan mengalami PHK," kata Redma dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (17/12/2024).  

Redma menuturkan, maraknya impor ilegal memperparah kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang saat ini disebut tengah memasuki fase deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper