Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ditjen Pajak Bantah Airlangga, Pajak Minimum Global 15% Tetap Berlaku di RI

Ditjen Pajak membantah pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut bahwa Indonesia bisa batal menerapkan pajak minimum global 15%.
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. / dok. Sekretariat Kabinet-Humas Kemenkeu
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. / dok. Sekretariat Kabinet-Humas Kemenkeu

Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias Ditjen Pajak membantah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut bahwa Indonesia bisa batal menerapkan pajak minimum global 15%.

Direktur P2Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti menekankan bahwa pihaknya telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024 tentang Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional. Dia menegaskan aturan tersebut masih berlaku.

"Hingga saat ini PMK 136/2024 masih berlaku sebagaimana telah ditetapkan," ujar Dwi kepada Bisnis, Rabu (19/2/2025).

Sebelumnya, di depan ratusan para pengusaha dari luar negeri dalam acara Indonesia Economic Summit pada Selasa (18/2/2025), Airlangga memberi kode Indonesia bisa batal menerapkan pajak minimum global 15% akibat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menolak menerapkannya.

"Kami juga berupaya untuk memitigasi penerapan pajak minimum global 15% dan kami cukup positif karena Trump 2.0 tidak ingin ini diterapkan. Jadi saya pikir kami mengikuti Trump 2.0," ujar Airlangga ketika memberi sambutan.

Apalagi, sambungnya, Indonesia masih terus mengoptimalkan pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance) agar menjaga iklim investasi yang bersahabat. Oleh sebab itu, dia mengajak para investor menanamkan modalnya di Indonesia.

Trump sendiri resmi mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa Negeri Paman Sam tidak akan mengikuti kesepakatan dari solusi 2 Pilar Pajak Global sehari setelah diterapkan menjadi Presiden Amerika Serikat periode 2025—2029.

Padahal, pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah sepakat untuk menerapkan dua pilar pajak global itu bersama Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Dalam bagian pertama memorandum tersebut, Trump meminta menteri keuangan dan perwakilan tetap Amerika Serikat (AS) di OECD untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut.

"Setiap komitmen yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas nama Amerika Serikat sehubungan dengan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di Amerika Serikat tanpa adanya tindakan oleh Kongres yang mengadopsi ketentuan-ketentuan yang relevan dari Kesepakatan Pajak Global," ujar Trump seperti tercantum di laman resmi White House, dikutip pada Selasa (21/1/2025).

Menteri Keuangan dan Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR) akan mengambil semua langkah tambahan yang diperlukan sesuai dengan kewenangannya untuk mengimplementasikan temuan-temuan dari memorandum ini.

Trump menilai bahwa kesepakatan pajak global OECD yang didukung oleh pemerintahan sebelumnya memungkinkan yurisdiksi lain memajaki penghasilan dari AS ekstrateritorial atas pendapatan Amerika.

Alhasil, kebijakan tersebut membatasi kemampuan AS untuk memberlakukan kebijakan pajak yang melayani kepentingan bisnis dan pekerja AS. 

Bagi Trump, memorandum itu juga menjadi momen dalam merebut kembali kedaulatan dan daya saing ekonomi AS. 

Adapun, untuk melindungi kepentingan bisnis dan pekerja AS dari tindakan pajak yang diskriminatif, Trump menginstruksikan menteri keuangan dan USTR menyelidiki kebijakan pajak di negara lain yang tidak mematuhi peraturan pajak dengan AS. 

Bahkan, Trump meminta penyelidikan terkait negara-negara yang akan memberlakukan pajak yang akan berdampak pada perusahaan-perusahaan AS. 

Untuk itu, Trump ingin menteri keuangannya untuk membuat daftar langkah yang mungkin diambil untuk melindungi perusahaan dan pekerja AS sebagai tanggapan atas ketidakpatuhan atau aturan pajak tersebut. 

"Menteri Keuangan akan menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada Presiden, melalui Asisten Presiden untuk Kebijakan Ekonomi, dalam waktu 60 hari," tulisnya.

Sebagai informasi, satu per satu negara-negara yang tergabung dalam OECD mengimplementasi kebijakan dua pilar pajak global, termasuk Indonesia yang baru saja resmi menerapkan Pilar 2 yaitu pajak minimum global 15% per 1 Januari 2025.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper