Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberi kode bahwa Indonesia bisa batal menerapkan pajak minimum global 15%, akibat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menolak menerapkannya.
Pernyataan itu Airlangga sampai di depan ratusan para pengusaha dari luar negeri dalam acara Indonesia Economic Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat pada Selasa (18/2/2025).
"Kami juga berupaya untuk memitigasi penerapan pajak minimum global 15% dan kami cukup positif karena Trump 2.0 tidak ingin ini diterapkan. Jadi saya pikir kami mengikuti Trump 2.0," ujar Airlangga ketika memberi sambutan.
Apalagi, sambungnya, Indonesia masih terus mengoptimalkan pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance) agar menjaga iklim investasi yang bersahabat. Oleh sebab itu, dia mengajak para investor menanamkan modalnya di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengakui penolakan Donald Trump atas penerapan dua pilar pajak global—termasuk pajak minimum global—akan berdampak ke negara-negara lain termasuk Indonesia.
Sri Mulyani menjelaskan Indonesia akan menghormati segala keputusan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump termasuk soal keputusan kebijakan penolakan atas penerapan dua pilar pajak global.
Baca Juga
"Karena Amerika adalah negara terbesar di dunia, pasti bisa berdampak ke seluruh dunia," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2025).
Kendati demikian, bendahara negara itu tidak menjelaskan apakah keputusan Trump itu akan berdampak ke kemampuan pemerintah Indonesia memungut pajak dari perusahaan multinasional asal AS—meskipun Indonesia sudah menerapkan pajak minimum global 15% sesuai PMK No. 136/2024.
Trump sendiri resmi mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa Negeri Paman Sam tidak akan mengikuti kesepakatan dari solusi 2 Pilar Pajak Global sehari setelah diterapkan menjadi Presiden Amerika Serikat periode 2025—2029.
Padahal, pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah sepakat untuk menerapkan dua pilar pajak global itu bersama Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).
Dalam bagian pertama memorandum tersebut, Trump meminta menteri keuangan dan perwakilan tetap Amerika Serikat (AS) di OECD untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut.
"Setiap komitmen yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas nama Amerika Serikat sehubungan dengan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di Amerika Serikat tanpa adanya tindakan oleh Kongres yang mengadopsi ketentuan-ketentuan yang relevan dari Kesepakatan Pajak Global," ujar Trump seperti tercantum di laman resmi White House, dikutip pada Selasa (21/1/2025).
Menteri Keuangan dan Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR) akan mengambil semua langkah tambahan yang diperlukan sesuai dengan kewenangannya untuk mengimplementasikan temuan-temuan dari memorandum ini.
Trump menilai bahwa kesepakatan pajak global OECD yang didukung oleh pemerintahan sebelumnya memungkinkan yurisdiksi lain memajaki penghasilan dari AS ekstrateritorial atas pendapatan Amerika.
Alhasil, kebijakan tersebut membatasi kemampuan AS untuk memberlakukan kebijakan pajak yang melayani kepentingan bisnis dan pekerja AS.
Bagi Trump, memorandum itu juga menjadi momen dalam merebut kembali kedaulatan dan daya saing ekonomi AS.
Adapun, untuk melindungi kepentingan bisnis dan pekerja AS dari tindakan pajak yang diskriminatif, Trump menginstruksikan menteri keuangan dan USTR menyelidiki kebijakan pajak di negara lain yang tidak mematuhi peraturan pajak dengan AS.
Bahkan, Trump meminta penyelidikan terkait negara-negara yang akan memberlakukan pajak yang akan berdampak pada perusahaan-perusahaan AS.
Untuk itu, Trump ingin menteri keuangannya untuk membuat daftar langkah yang mungkin diambil untuk melindungi perusahaan dan pekerja AS sebagai tanggapan atas ketidakpatuhan atau aturan pajak tersebut.
"Menteri Keuangan akan menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada Presiden, melalui Asisten Presiden untuk Kebijakan Ekonomi, dalam waktu 60 hari," tulisnya.
Sebagai informasi, satu per satu negara-negara yang tergabung dalam OECD mengimplementasi kebijakan dua pilar pajak global, termasuk Indonesia yang baru saja resmi menerapkan Pilar 2 yaitu pajak minimum global 15% per 1 Januari 2025.