Bisnis.com, JAKARTA — DPR telah mengesahkan rancangan amandemen Undang-undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara alias UU Minerba menjadi undang-undang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral alias SDM, Bahlil Lahadalia, mengungkap ada 12 poin penting dalam amandemen UU Minerba.
Salah satu poin dalam amandemen UU tersebut antara lain, pengutamaan Kebutuhan Batu Bara dalam Negeri sebelum dilakukan penjualan ke luar negeri (domestic market obligation) alias DMO.
Skema DMO dalam draf UU Minerba, khususnya Pasal 5 ayat 3 mengatur secara tegas bahwa sebelum melaksanakan ekspor, pemegang izin usaha pertambangan alias IUP maupun IUP Khusus wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri. Mereka juga wajib mengutamakan pemenuhan kebutuhan badan usaha milik negara (BUMN) yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Klausul Pasal 5 ayat 3 amandemen UU Minerba versi 17 Februari 2025 itu berbeda dengan ketentuan sebelumnya. Pasal tentang kewajiban mengutamakan pemenuhan kebutuhan BUMN tidak tercantum dalam UU No.3/2020 maupun UU No.4/2009 tentang Minerba.
Selain penegasan mengenai pemenuhan kebutuhan bagi BUMN, beleid yang baru juga menegaskan tentang kewenangan pemerintah pusat terkait penentuan jumlah produksi, penjualan, serta harga mineral logam hingga batu bara.
Baca Juga
Adapun 12 poin utama perubahan UU Minerba sebagai berikut:
1. Tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengamanatkan beberapa penyesuaian dalam Undang-Undang terkait dengan pemaknaan jaminan ruang dan perpanjangan kontrak.
2. WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi penetapan tata ruang dan kawasan serta tidak ada perubahan tata ruang dan kawasan bagi pelaku usaha yang telah mendapatkan IUP, IUPK, atau IPR.
3. Pengutamaan Kebutuhan Batubara dalam Negeri sebelum dilakukan penjualan ke luar negeri (domestic market obligation).
4. WIUP Mineral Logam atau Batubara diberikan kepada koperasi, badan usaha kecil dan menengah, dan badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi dengan cara pemberian prioritas.
5. Pemberian pendanaan bagi perguruan tinggi dari sebagian keuntungan pengelolaan WIUP dan WIUPK dengan cara prioritas kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta, dalam rangka meningkatkan kemandirian, layanan pendidikan, dan keunggulan Perguruan Tinggi.
6. Dalam rangka hilirisasi dan industrialisasi, pelaksanaan Pemberian WIUP/WIUPK dengan cara prioritas kepada BUMN atau Badan Usaha Swasta bagi peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
7. Pemerintah dapat melakukan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek pada wilayah penugasan.
8. Pelayanan perizinan berusaha melalui sistem pelayanan perizinan berusaha pertambangan Mineral dan Batubara melalui sistem Online Single Submission (OSS).
9. Pelaksanaan audit lingkungan sebagai persyaratan perpanjangan KK/PKP2B yang akan diperpanjang menjadi IUPK sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
10. Pengembalian lahan yang tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUPnya kepada negara.
11. Peningkatan komitmen pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan penegasan perlindungan terkait hak masyarakat dan/atau masyarakat adat.
12. Memberikan waktu kepada pemerintah dalam jangka waktu paling lambat enam bulan untuk menyelesaikan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang.