Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Bahlil Naikkan Harga Gas Murah Industri di Atas US$6 per MMBtu

Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan HGBT untuk bahan baku industri dari US$6 per MMBtu menjadi US$6,5 per MMBtu.
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membedakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang diberikan sebagai bahan baku industri dan bahan bakar pembangkit listrik untuk PT PLN (Persero). Harga yang diberlakukan juga mengalami kenaikan dari periode penerapan HGBT sebelumnya. 

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah telah memutuskan untuk keberlanjutan HGBT dengan harga gas yang dibagi menjadi dua jenis. Pertama, untuk PLN sebesar US$7 per MMBtu dan untuk bahan baku industri US$6,5 per MMBtu, termasuk pupuk subsidi dan tujuh subsektor industri lainnya. 

"Kenapa ini kita naikkan? Karena harga gas dunia sekarang lagi naik dan HGBT ini sebenarnya bagian dari sweetener dari negara, jadi ini pendapatan negara yang seharunya diterima oleh negara tapi untuk merangsang agar industri kita hidup," ujar Bahlil dalam Raker di Komisi XII DPR RI, dikutip Selasa (4/2/2025). 

Untuk diketahui, selain pupuk, yang menerima harga gas murah industri yaitu sektor petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. Dia menegaskan, khusus untuk industri pupuk berorientasi ekspor, maka tidak akan diberikan HGBT. 

"Tidak berlaku untuk bahan baku hasil hilirisasi yang untuk ekspor, nggak berlaku. Contoh Pupuk Kaltim, dia mengelola pupuk tapi orientasinya ekspor, itu kita tidak kasih," tuturnya. 

Bahlil menegaskan bahwa HGBT merupakan stimulus dari pemerintah yang bersumber dari potensi pendapatan negara yang dialihkan untuk menciptakan nilai tambah dalam negeri lewat upaya hilirisasi. 

Adapun, Kementerian ESDM mencatat bahwa total potensi pendapatan negara dari hulu migas yang menjadi kompensasi untuk pendanaan HGBT mencapai Rp87 triliun pada periode 2020-2024.  

"Tapi itu terkonversi dengan pajak lain dari hasil hilirisasi, jadi nggak hilang tapi masuk dalam bentuk pendapatan yang lain," pungkasnya. 

Di sisi lain, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menilai kenaikan harga gas bumi tertentu (HGBT) pada kisaran US$6,5 - US$7 per MMBtu masih masuk dalam nilai keekonomian produksi industri. Sejumlah pelaku usaha mengapresiasi atas pertimbangan kelanjutan HGBT meski harga naik. 

Ketua Umum FIPBG Yustinus Gunawan mengatakan, nilai tersebut masih dapat diterima industri. Hal ini tercerminkan dari Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 91/2023 sebelumnya, di mana HGBT ditingkatkan dari US$6 per MMBtu menjadi US$6,5 per MMBtu.  

"Kami mengapresiasi keputusan pemerintah tentang kelanjutan HGBT, dan tidak keberatan dengan rentang yang naik menjadi US$6,5 - US$7,0 per MMbtu," kata Yustinus kepada Bisnis, Senin (27/1/2025). 

Menurut Yusitnus, industri dapat beradaptasi dengan kenaikan harga. Permasalahan yang cukup menekan industri justru terkait adanya pembatasan volume pasokan gas hingga 30% oleh pemasok gas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN. Dia menilai industri mulai kehilangan daya saing sejak volume dibatasi. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper