Bisnis.com, JAKARTA - Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menilai kenaikan harga gas bumi tertentu (HGBT) pada kisaran US$6,5 - US$7 per MMbtu masih masuk dalam nilai keekonomian produksi industri. Sejumlah pelaku usaha mengapresiasi atas pertimbangan kelanjutan HGBT meski harga naik.
Ketua Umum FIPBG Yustinus Gunawan mengatakan nilai tersebut masih dapat diterima industri, hal ini tercerminkan dari Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 91/2023 sebelumnya, di mana HGBT ditingkatkan dari US$6 per MMbtu menjadi US$6,5 per MMbtu.
"Kami mengapresiasi keputusan pemerintah tentang kelanjutan HGBT, dan tidak keberatan dengan rentang yang naik menjadi US$6,5 - US$7,0 per MMbtu," kata Yustinus kepada Bisnis, Senin (27/1/2025).
Menurut Yusitnus, industri dapat beradaptasi dengan kenaikan harga, namun dihadapi kondisi tertekan lantaran volume pasokan gas yang dibatasi hingga 30% oleh pemasok gas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN. Dia menilai industri mulai kehilangan daya saing sejak volume dibatasi.
Di sisi lain, Yustinus tak memungkiri kenaikan harga gas murah industri ini dapat meningkatkan biaya produksi. Namun, di tengah daya saing yang susut, pelaku usaha tidak dapat meningkatkan harga jual ke konsumen. Untuk itu, industri harus berupaya meningkatkan nilai tambah dan mencari peluang atau ceruk pasar ekspor.
"Harga US$7 per MMbtu akan masuk keekonomiannya bila PGN tidak mengurangi pasokan dalam Kepmen, tanpa alasan apapun PGN wajib comply laksanakan volume Kepmen. Singkatnya, HGBT tidak ekonomis bila volume Kepmen dikurangi PGN," jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Yustinus menilai pemerintah telah memberikan keputusan terbaik meski terpaksa meningkatkan harga. Untuk mengoptimalkan kelanjutan HGBT maka pemerintah juga harus memastikan bahwa pemberian HGBT diikuti distribusi pasokan 100% lewat Kepmen ESDM.
"Regulasi harus diundangkan sekilat mungkin sehingga Implementasi lebih cepat terealisir sehingga tidak kehilangann momentum untuk kejar pertumbuhan manufaktur 7,29% di 2025 sehingga bisa kontribusi 17,96% terhadap PDB di tahun 2025 ini," tuturnya.
Di sisi lain, dia juga menyoroti rencana penerapan HGBT dengan jangka waktu 5 tahun yang akan memacu kinerja industri karena jaminan harga energi. Namun, lagi-lagi kuota gas menjadi yang disalurkan menjadi perhatian.
Untuk investasi, dia melihat kebijakan HGBT 5 tahun ini juga belum secara pasti mendongkrak investasi. Pasalnya, terdapat 'trauma' dari inevstor akibat pengurangan pasokan gas pada 2020-2024 lalu.
"Padahal target investasi 2025-2029 cukup tinggi, terindikasi dari target pertumbuan ekonomi 8,3%. Jadi, kunci sukses HGBT ada di realisasi voume Kepmen, pengurangan volume HGBT oleh PGN membekas trauma," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebijakan HGBT telah meningkatkan kinerja sektor industri naik hingga enam kali lipat.
Sebagai gambaran, Agus menjelaskan bahwa pada tahun 2020-2023, dampak positif HGBT terhadap sektor industri tercatat sebesar Rp247,26 Triliun.
Angka itu meliputi peningkatan ekspor sebesar Rp127,84 Triliun, peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp23,3 Triliun, juga penurunan subsidi pupuk sebesar Rp4,94 Triliun.
“Perlu dukungan maksimal untuk mengoptimalkan kinerjanya, salah satunya melalui keberlanjutan penerapan HGBT,” tambahnya.