Bisnis.com, JAKARTA -- Economist DBS Bank mengingatkan pemerintah untuk memunculkan sejumlah kebijakan guna memacu pertumbuhan ekonomi dari kisaran 5% menuju target 8% seperti dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menjelaskan pada 2025 menandai tahun pertama pemerintahan yang baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.
Dia memaparkan, meskipun transisi politik menandai kesinambungan dengan pemerintahan sebelumnya, perubahan pada area fokus diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut seiring dengan pertumbuhan target 8% dari pemerintah. Oleh karena itu, Rao menilai pemerintah perlu melakukan strategi kerangka kerja ‘3C’ yang dapat mendukung proyeksi jangka menengah.
Strategi tersebut yakni memanfaatkan ekspor dan konfigurasi ulang China Plus One (capitalize on exports and China +1 reconfiguration), investasi modal dan rasionalisasi fiskal (capital investments and fiscal rationalisation), serta konsumsi dan peningkatan sumber daya manusia (consumption and improvement in human capital).
Dalam memanfaatkan ekspor dan konfigurasi ulang kebijakan China melalui program China+1, Rao menuturkan aktivitas perdagangan dan investasi diharapkan menerima dorongan baru untuk memanfaatkan konfigurasi ulang rantai pasokan yang didorong oleh kebijakan China plus one.
Selain itu, Indonesia harus menggenjot konsumsi dan meningkatkan sumber daya manusia. Dia menuturkan, Indonesia terus menikmati keuntungan dari dividen demografis, bahkan ketika negara-negara tetangganya menghadapi penurunan jumlah penduduk usia kerja dan meningkatnya usia harapan hidup.
Baca Juga
Dia mengatakan, sebagai rumah bagi populasi terbesar di kawasan Asean, Indonesia telah diuntungkan oleh model pertumbuhan yang didorong oleh konsumsi.
"Selain kuantitas, pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan upaya untuk mengembangan kualitas angkatan kerja," jelas Rao dalam virtual media briefing pada Rabu (11/12/2024).
Terakhir, adalah investasi modal dan rasionalisasi fiskal. Dia menjelaskan, pada 2023 lalu, belanja modal oleh pemerintah tercatat lebih tinggi dibandingkan subsidi. Hal ini menandai perubahan yang signifikan dari awal tahun 2010-an. Kala itu,subsidi hampir dua kali lipat dari belanja modal dan dari pencairan modal.
Rao melanjutkan, upaya rasionalisasi subsidi selanjutnya telah membantu menahan total tagihan subsidi sejak 2015-2017. Seiring dengan membaiknya bauran pengeluaran, fokus juga kemungkinan akan bergeser ke kualitas belanja.
Dia menuturkan, untuk saat ini, proporsi belanja modal relatif kecil dibandingkan dengan belanja pendapatan seperti material, pegawai, bunga pembayaran bunga, subsidi, dan lainnya.
"Pengeluaran untuk pengembangan yang lebih tinggi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produktif ekonomi dan menarik minat investor," jelas Rao.
Prospek Ekonomi Indonesia 2025
Adapun, DBS Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5% untuk full year 2024 dan 5,1% pada 2025 mendatang. Rao menjelaskan, permintaan domestik kemungkinan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun depan.
Dalam jangka pendek, permintaan konsumsi menghadapi hambatan, dengan sentimen, penjualan eceran, dan pertumbuhan pinjaman konsumsi menunjukkan permintaan yang lemah hingga akhir tahun.