Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor Jepang dilaporkan melambat secara tajam pada Agustus karena pengiriman ke AS turun untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Volume pemesanan mesin yang menyusut secara tak terduga merupakan tanda mengkhawatirkan bagi Jepang yang sedang berjuang untuk melakukan pemulihan yang solid.
Mengutip Reuters pada Rabu (18/9/2024), lemahnya permintaan eksternal melemahkan upaya Jepang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, kata para analis, terutama mengingat semakin besarnya risiko perlambatan di AS dan melemahnya lebih lanjut perekonomian China, yang merupakan dua mitra dagang utama.
“Ekspor Jepang akan mengalami kesulitan karena ekonomi global gagal mendapatkan momentum, dengan pertumbuhan ekonomi AS dan China diperkirakan akan melambat tahun depan,” kata Takeshi Minami, Chief Economist di Norinchukin Research Institute.
Dia mengatakan dorongan melemahnya yen terhadap ekspor telah memudar karena mata uang Jepang mengalami rebound tajam pada bulan Agustus.
Total ekspor naik 5,6% secara year on year (yoy) pada bulan Agustus, naik selama sembilan bulan berturut-turut. Namun, kenaikan tersebut jauh di bawah perkiraan median pasar sebesar 10% dan kenaikan 10,3% pada bulan Juli.
Ekspor ke Amerika Serikat turun 0,7%, penurunan bulanan pertama dalam hampir tiga tahun karena penjualan mobil merosot 14,2%.
Baca Juga
Permintaan terhadap China, mitra dagang terbesar Jepang, naik 5,2% pada bulan Agustus dibandingkan tahun sebelumnya.
Gambaran keseluruhan dalam hal volume juga memberikan gambaran yang suram, dengan pengiriman turun 2,7% pada bulan lalu dibandingkan periode tahun lalu, penurunan ketujuh bulan berturut-turut.
Nilai impor tumbuh 2,3% pada bulan Agustus dibandingkan tahun sebelumnya, dibandingkan kenaikan 13,4% yang diperkirakan oleh para ekonom.
Akibatnya, neraca perdagangan mengalami defisit sebesar 695,3 miliar yen atau U$4,90 miliar, dibandingkan dengan perkiraan defisit sebesar 1,38 triliun yen.
Data terpisah dari Kantor Kabinet Jepang menunjukkan pesanan mesin inti secara tak terduga turun 0,1% pada Juli dibandingkan bulan sebelumnya. Catatan tersebut berbanding terbalik dengan proyeksi kenaikan 0,5% dalam jajak pendapat Reuters.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pesanan inti, rangkaian data yang dianggap sebagai indikator belanja modal dalam enam hingga sembilan bulan mendatang, naik 8,7%, melampaui kenaikan 4,2% yang dicatat oleh para ekonom. Pemerintah terjebak dalam penilaiannya terhadap pesanan mesin yang menyatakan bahwa pemulihan terhenti.
Peningkatan konsumsi pribadi membantu perekonomian Jepang pulih pada kuartal II/2024 dari kemerosotan pada awal tahun. Namun pertumbuhan tersebut direvisi turun sedikit pada minggu lalu.
Sebagai tanda kerapuhan ekonomi, jajak pendapat bulanan Reuters menunjukkan bahwa kepercayaan bisnis pada perusahaan manufaktur besar Jepang merosot ke level terendah dalam tujuh bulan pada September. Para manajer di berbagai sektor menyebutkan lemahnya permintaan China sebagai kekhawatiran.
Bank of Japan diperkirakan akan mempertahankan kebijakan moneter tetap stabil pada pertemuan dua hari yang berakhir pada hari Jumat. Namun, bank sentral Jepang tersebut juga memberikan sinyal bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut akan terjadi dan menyoroti kemajuan yang dicapai perekonomian dalam mempertahankan inflasi di sekitar target 2%.
“Para ekonom pada umumnya memperkirakan konsumsi akan mendukung pertumbuhan Jepang namun dengan sedikit harapan terhadap peningkatan ekspor, momentum pemulihan akan lemah,” ujar Minami.