Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong menegaskan penciptaan lapangan kerja bagi warga akan menjadi prioritas utama pemerintah di tengah ancaman perang tarif global dan disrupsi kecerdasan buatan (AI).
Dalam pidato tahunan National Day Rally pada Minggu (17/8/2025), yang juga menandai 60 tahun kemerdekaan Singapura, Wong menyoroti dampak rivalitas AS–China, perang tarif Presiden AS Donald Trump, serta ancaman teknologi baru terhadap tenaga kerja sebagai tantangan utama bagi perekonomian negeri kota tersebut.
“Babak berikutnya terbuka di dunia yang lebih bermasalah dan penuh gejolak,” ujar Wong dikutip dari Bloomberg, Senin (18/8/2025).
Pidato besar pertama sejak terpilih pada Mei lalu—yang memperpanjang dominasi Partai Aksi Rakyat atau People's Action Party (PAP) selama enam dekade—Wong menekankan rencana memperkuat ekonomi yang bergantung pada perdagangan, memperluas jaring pengaman sosial, serta meredevelop kawasan pulau dan membangun perumahan baru.
Wong berkampanye dengan janji menjaga stabilitas di tengah melambatnya pertumbuhan global dan meningkatnya proteksionisme. Diaa menegaskan PAP merupakan pihak terbaik untuk melindungi warga Singapura dari guncangan ekonomi, termasuk dampak kebijakan tarif AS.
“Pada akhirnya, strategi ekonomi kita adalah tentang pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan—itulah prioritas nomor satu,” tegasnya.
Baca Juga
Dia menuturkan, pemerintah akan melakukan lebih banyak hal untuk membantu warga Singapura meraih peluang kerja baru.
Di bawah kepemimpinan Wong, PAP memperluas kebijakan kesejahteraan sosial dengan memperkenalkan tunjangan pengangguran pertama di negara itu serta menyalurkan miliaran dolar untuk subsidi pangan, listrik, dan pendidikan. Dari total populasi sekitar 6 juta jiwa, 3,6 juta di antaranya merupakan warga negara.
Wong menambahkan, pemerintah akan membekali dan memberdayakan setiap perusahaan agar mampu memanfaatkan AI secara efektif, terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Dia juga mengumumkan program pencocokan kerja baru serta skema magang yang didanai pemerintah bagi lulusan universitas.
Lebih jauh, Wong menyatakan pemerintah akan meninjau kembali strategi ekonominya karena perubahan eksternal yang terjadi saat ini bukan bersifat sementara. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana Singapura menjaga daya saing, mengakses energi hijau, dan membantu perusahaan menembus pasar baru di luar negeri.
“Kita membutuhkan cetak biru ekonomi baru, untuk menjamin masa depan Singapura di dunia yang sangat berbeda,” katanya.
Pekan lalu, pemerintah Singapura menaikkan proyeksi pertumbuhan 2025 menjadi 1,5%–2,5% (year-on-year), lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 0%–2%, setelah kinerja semester I lebih baik dari ekspektasi berkat percepatan ekspor sebelum tarif AS diberlakukan dan meredanya kekhawatiran perdagangan.