Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Loyo, Laju Manufaktur Menjauh dari Target

Laju pertumbuhan industri pengolahan mengalami perlambatan pada kuartal II/2024.
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Laju pertumbuhan industri pengolahan mengalami perlambatan pada kuartal II/2024 yang kini di level 3,95% (year-on-year/yoy), lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,13% yoy. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan juga tumbuh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,88% yoy. 

Pertumbuhannya juga ditopang kinerja industri pengolahan nonmigas atau manufaktur yang tumbuh 4,63% yoy pada kuartal kedua tahun ini. Secara kuartalan, manufaktur mengalami penurunan tipis dari 4,64% kuartal sebelumnya dan naik dari periode yang sama tahun lalu 4,56%. 

Kendati lesu, lapangan usaha ini masih menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2024 dengan porsi 18,52% yoy. Dengan angka tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,05% yoy. 

Adapun, BPS mencatat produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) industri pengolahan mencapai Rp640,49 triliun pada periode kuartal kedua tahun ini dari total Rp3.231 triliun. 

"Jika dilihat dari sumber pertumbuhan, pada triwulan II/2024 industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 0,79% dari 5,05%," ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, Senin (5/8/2024).

Posisi industri pengolahan sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi terlihat dalam tren penguatan, meskipun kontribusinya belum lebih baik dibandingkan 1 dekade lalu yang menyumbang 21,2% terhadap PDB pada kuartal II/2014. 

Tahun berikutnya, pada periode yang sama proporsi industri pengolahan juga masih berada di level 21,02%. Tren penurunan terus berlanjut ke 20,68% pada kuartal II/2016, turun ke 20,27% pada tahun berikutnya, hingga anjlok ke angka 19,8% pada periode yang sama 2018.

Pelemahan kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Indonesia masih berlanjut. Porsinya mencapai level terendah pada kuartal II/2022 yang berada di angka 17,92%. 

Hal yang sama juga terjadi pada industri pengolahan nonmigas yang tercatat sumbangsihnya sebesar 17,47% pada triwulan I/2024 naik dari periode yang sama tahun sebelumnya 16,77%. 

Kontribusi awal tahun ini mulai meningkat, tetapi posisinya belum dapat kembali ke posisi 1 dekade lalu di angka 18,08% pada kuartal I/2013 lalu. 

Masih Jauh dari Target

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membidik pemulihan industri pengolahan. Adapun, pertumbuhan kinerja industri pengolahan ditargetkan mencapai 5,80% pada 2024, lebih tinggi dari target tahun sebelumnya sebesar 4,81%. 

Kemenperin juga menargetkan kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 17,90% tahun 2024 dengan peningkatan tenaga kerja sebanyak 20,33 juta orang. 

Nilai investasi sektor industri dibidik akan meningkat dari Rp571,47 triliun sepanjang 2023 menjadi Rp630,57 triliun pada 2024. Sementara itu, nilai ekspor produk industri ditargetkan naik dari Rp186,40 triliun menjadi Rp193,4 triliun tahun depan.

Diberitakan sebelumnya, kondisi melemahnya kinerja manufaktur sudah diwanti-wanti pelaku usaha. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kontraksi yang terjadi pada industri pengolahan dapat berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat manufaktur sebagai salah satu motor penggerak roda ekonomi. 

Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo Bobby Gafur Umar mengatakan, apabila pemerintah tak memberikan langkah konkret yang bersinergi dalam waktu dekat, maka kinerja manufaktur akan terus mengalami penurunan.  

"Sektor manufaktur salah satu penyumbang terbesar PDB itu sekitar 16% dari PDB. Kalau sektor manufaktur ini turun sebagai penyumbang PDB, maka pertumbuhan ekonomi kita juga akan turun," kata Bobby kepada Bisnis

Terlebih, produktivitas industri manufaktur yang turun juga telah tercerminkan dari Purchasing Manager's Index (PMI) pada Juli 2024 yang berada di level kontraksi 49,3 untuk pertama kalinya dalam 3 tahun terakhir. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper