Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

6 Pabrik Tekstil di Jawa Tutup, Kemenaker Ungkap Biang Keroknya

Kemenaker bicara soal biang kerok sebanyak 6 pabrik tekstil di Jawa Tengah dan Jawa Barat tutup.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan, tutupnya sejumlah pabrik tekstil di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah hingga berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal tak semua disebabkan oleh kebijakan dan pengaturan impor yang tertuang dalam Permendag No. 8/2024.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa sebanyak 6 perusahaan tekstil telah menutup pabriknya di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Enam pabrik itu yakni PT Alenatex di Jawa Barat, serta PT S Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah.

“Tidak semua PHK [dan penutupan pabrik] di sektor tekstil disebabkan karena peraturan tersebut. Ada beberapa sebab lain,” kata Indah kepada Bisnis.com, Rabu (10/7/2024).

Faktor lain yang membuat perusahaan terpaksa melakukan PHK ungkap Indah, di antaranya karena perusahaan melakukan efisiensi dan tutupnya perusahaan.

Adapun tutupnya sejumlah pabrik tekstil di Tanah Air, lanjutnya, disebabkan karena perusahaan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah, menurunnya order, penjualan dan ekspor sehingga pendapatan menurun, serta kesulitan mendapatkan bahan baku karena krisis global dan regional.

Selain itu, Indah menyebut bahwa pengaruh teknologi dan media sosial terhadap cara penjualan dan pembelian, serta dampak dari pandemi Covid-19 yang belum teratasi pemulihannya turut menjadi pemicu kolapsnya sejumlah pabrik tekstil di Indonesia.

Terkait hak pekerja yang mengalami PHK di keenam pabrik tersebut, Indah mengatakan bahwa pada umumnya hak-hak pekerja sudah diberikan oleh perusahaan. 

“Namun ada beberapa kasus yang memang masih ditangani Dinas Ketenagakerjaan setempat,” ujarnya. 

Permendag No. 8/2024 sebagai perubahan ketiga dari Permendag No. 36/2023 santer dibicarakan lantaran dituding menjadi penyebab utama tutupnya sejumlah pabrik yang berujung pada PHK massal.

Menurut data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), hingga Juni 2024 sudah ada enam pabrik tekstil yang gulung tikar dan melakukan PHK. 

Secara terperinci, tutupnya pabrik PT S Dupantex di Jawa Barat telah membuat 700 pekerja di PHK, PT Alenatex sebanyak 700 pekerja, dan PT Kusumahadi Santosa 500 pekerja, PT Kusumaputra Santosa 400 pekerja. Kemudian, PT Pamor Spinning Mills sebanyak 700 orang, dan PT Sai Apparel 8.000 orang. Kelima pabrik tersebut, berlokasi di Jawa Tengah.

Presiden KSPN Ristadi menuturkan, regulasi itu telah menciptakan situasi arus impor yang lebih longgar, khususnya komoditas sandang, alas kaki, dan aksesori.

“Kelonggaran aturan ini dan ilegal import inilah yang menjadi sebab utama pabrik-pabrik lokal oriented pada tutup dan efisiensi PHK,” kata Ristadi, Selasa (9/7/2024).

Sementara itu, Plt. Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita menyebut bahwa aturan tersebut berdampak buruk terhadap industri dalam negeri lantaran pembatasan impor industri kimia hingga industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam Permendag No. 25/2022 banyak dihilangkan dalam Permendag No. 8/2024.

Akibatnya, pasar domestik tidak terlindungi dari banjirnya barang impor, baik produk bahan baku maupun tekstil jadi.

Membanjirnya produk impor di Tanah Air, kata Reni, tercermin dari data impor tekstil yang mencapai 206,3 ribu ton pada Januari 2024 lalu mengalami penurunan pada April 2024 menjadi 136,36 ribu ton.  Volume impor kembali mengalami peningkatan pasca diberlakukannya Permendag No. 36/2023, menjadi 194,87 ribu ton di bulan berikutnya.

“Kemudian terbitnya Permendag No. 8/2024, nah ini menyebabkan impornya kembali naik yang tadinya sudah mulai menurun,” jelas Reni di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Senin (8/7/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper