Bisnis.com, JAKARTA- Serikat buruh mengungkap masih banyak perusahaan tekstil yang tidak memenuhi kewajiban kepada pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) menyebut hampir seluruh perusahaan tekstil nasional melakukan efisiensi dengan mengadakan PHK karyawan. Sejak awal tahun ini, setidaknya terdapat 6 pabrik tutup dan 11.000 karyawan terkena PHK.
Sekretaris DPD FKSPN Bandung, sekaligus Kuasa Hukum, Harlan mengatakan pihaknya hanya menuntut perusahaan untuk memberikan kompensasi sesuai dengan aturan yang berlaku, bagi pekerja kontrak (PKWT) merujuk ke PP 35/2021 dan pemerja tetap sesuai UU Cipta Kerja.
"Untuk pekerja kontrak (PKWT) kita menuntut kompensasi sesuai PP 35/2022. Untuk karyawan tetap kita menuntut uang pesangon dan penghargaan masa kerjanya, sesuai masa kerja," ujar Harlan kepada Bisnis, dikutip Rabu (10/7/2024).
Dalam Pasal 40 ayat (1) PP 35/2021 disebutkan bahwa jika perusahaan melakukan PHK terhadap pegawai kontrak maka pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh.
Besaran uang kompensasi yang diberikan yaitu jika PKWT selam 12 bulan secara terus menerus, maka diberikan 1 bulan upah. Sedangkan, jika kurang dari 12 bulan, maka jumlah masa kerja dibagi 12 dan dikalikan 1 bulan upah.
Di sisi lain, apabila pekerja tetap maka wajib diberikan pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak kerja. Pekerja tetap yang di PHK dengan masa kerja kuranh 1 tahun maka berhak mendapatkan 1 bulan upah. Maksimal, bagi pekerja tetap 8 tahun bekerja, berhak mendapatkan 9 bulan upah.
Beberapa perusahaan tekstil ada yang mampu menyelesaikan saat mediasi di dinas. Namun, ada juga yang tidak dapat membayarkan hak-hak tersebut sampai saat ini hingga dibawa ke sidang di Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
"Bahkan ada yang sampai 3 bulan belum dapat hak nya sampai sidang kasasi di MA [Mahkamah Agung], yang beres [pemenuhan hak nya] tidak sampai 30%," katanya.
Adapun, Harlan menyebutkan sejumlah contoh kasus perusahaan yang tidak mampu membayar dan dalam tahap sidang PPHI yaitu PT Adetex, dan yang akan masuk gugatan dalam waktu dekat yaitu PT Alenatex.
Di sisi lain, dia melihat sejumlah perusahaan tekstil masih berupaya bertahan meski dengan mengadakan pengurangan operasional, mulai dari karyawan di rumahkan, pengurangan jam kerja sehingga berdampak berkurangnya pada produksi dan upah pekerja.