Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah sektor industri terdampak tren pelemahan rupiah, termasuk sektor properti. Hal itu dikhawatirkan dapat berdampak pada terkereknya harga rumah hingga menurunkan daya beli masyarakat di dalam negeri.
Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, menjelaskan bahwa masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Pasalnya, pelemahan rupiah terhadap dolar AS tidak akan berdampak pada harga rumah kelas menengah.
“Kalau rumah menengah, di mana bahan bakunya masih di sini dan tidak ada komponen impor yang banyak di situ, tentu tidak berdampak,” kata Ferry dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/7/2024).
Adapun, probabilitas kenaikan harga rumah akibat pelemahan rupiah itu baru akan terjadi pada proyek-proyek rumah mewah. Pasalnya, proyek rumah mewah kelas menengah atas umumnya banyak menggunakan bahan baku impor.
Besarnya penggunaan teknologi tinggi pada komponen pembangunan rumah mewah juga menjadi alasan harga rumah high end itu diperkirakan bakal terdampak akibat melemahnya rupiah dalam beberapa waktu belakangan.
“Kalau harga dolar naik itu pengaruhnya pada rumah kelas atas yang contohnya dilengkapi dengan teknologi tinggi, karena rumah gede harus pakai lift yang materialnya harus impor,” pungkasnya.
Baca Juga
Sebagai informasi, pada pagi ini rupiah dibuka menguat 0,08% atau naik 13 poin ke level Rp16.383 per dolar AS. Sementara itu, indeks mata uang AS menguat tipis 0,02% di posisi 105,73.
Adapun, pada perdagangan sebelumnya, Selasa (2/7/2024) rupiah sempat ditutup melemah 0,46% atau 75 poin ke posisi Rp16.396 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pergerakan dolar dan rupiah dipengaruhi oleh data utama nonfarm payrolls untuk bulan Juni akan dirilis pada hari Jumat.
Data tersebut diperkirakan akan memberikan lebih banyak wawasan mengenai pasar tenaga kerja, yang juga merupakan pertimbangan utama bagi The Fed dalam memangkas suku bunga.
Sebelumnya, PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) mengungkap dampak pelemahan rupiah yang terus merosot hingga 6,22% sepanjang 2024.
Direktur Utama CTRA, Candra Ciputra menjelaskan pelemahan rupiah itu berdampak pada daya beli masyarakat pada sektor properti.
"Biasanya kalo rupiah melemah akan menyebabkan terjadi inflasi dan melemahkan daya beli," tuturnya dalam Paparan Publik, Rabu (19/6/2024).
Atas dasar hal itu, pihaknya berharap pemerintah dapat bergerak cepat agar tren pelemahan rupiah tidak berlanjut.