Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Indonesia Melorot, Apindo Beri Tips Genjot Sektor Manufaktur

Apindo memberikan usulan kepada pemerintah untuk menggenjot sektor manufaktur seiring dengan PMI Indonesia yang melorot.
Pekerja beraktivitas pada Alva Manufacturing Facility di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023)./ Bisnis - Arief Hermawan P
Pekerja beraktivitas pada Alva Manufacturing Facility di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023)./ Bisnis - Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk menciptakan stabilitas nilai tukar Rupiah dan mengendalikan inflasi dalam negeri agar sektor manufaktur dapat berekspansi dengan cepat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani seiring melambatnya Indeks Pembelian Manager Purchasing Manager's Index (PMI) pada Juni 2024 yang tercatat turun ke level 50,7, dari bulan sebelumnya 52,1.

“Yang jelas pemerintah harus bekerja keras menciptakan stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi di dalam negeri,” kata Shinta, Senin (1/6/2024).

Shinta menyebut, pemerintah harus bekerja keras untuk mengendalikan inflasi nasional, utamanya inflasi terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok impor - termasuk bahan bakar minyak (BBM) - yang dapat memicu penurunan daya beli masyarakat.

Pelaku usaha juga mengharapkan agar pemerintah dapat memberikan stimulus dari sisi suplai. Misalnya, dalam bentuk peningkatan efisiensi terhadap unsur biaya produksi universal, khususnya di sisi energi, finansial, logistik, dan lainnya.

“Ini agar inflasi beban produksi di sisi supply lebih terkendali dan tidak menekan realisasi ekspansi usaha terlalu dalam atau terlalu lama,” ujarnya. 

Adapun, dia optimistis pelaku usaha tetap ingin melakukan ekspansi hingga akhir tahun. Namun, Shinta menyebut bahwa realisasi ekspansi sangat bergantung terhadap iklim usaha di masing-masing sektor di Indonesia.

Menurutnya, selama nilai tukar rupiah belum stabil atau terus melemah secara cepat, pelaku usaha dan calon investor akan menahan diri dari ekspansi kinerja usaha.

Selain itu, Shinta menyebut bahwa fluktuasi nilai tukar akan memicu inflasi beban biaya produksi dan biaya investasi menjadi tidak dapat diprediksi dan menciptakan resiko usaha yang tinggi.

“Apalagi, Indonesia pun sedang dlm periode transisi kepemimpinan,” pungkasnya.

Menurut laporan S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juni 2024 turun signifikan. Tercatat, PMI pada Juni 2024 berada di level 50,7 atau turun dari bulan sebelumnya 52,1.

Adapun tingkat produktivitas manufaktur pada bulan tersebut menjadi yang paling lemah dalam setahun terakhir, meski masih berada di zona ekspansi selama 34 bulan berturut-turut.

“PMI masih bertahan di atas tren rata-rata jangka panjang, namun perkiraan Indeks Output Masa Depan tidak bergerak dari posisi pada bulan Mei dan merupakan bagian dari yang terendah dalam rekor,” kata Economics Director S&P Global Market Intelligence, Trevor Balchin dalam keterangannya, Senin (1/7/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper