Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom melihat sejumlah tantangan yang harus dihadapi pemerintah untuk mendorong konsumsi domestik dan ekspor, di saat World Bank atau Bank Dunia mengerek proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,9% menjadi 5% pada 2024.
Melihat laporan terbaru Bank Dunia edisi Juni 2024, meski memperkirakan ekonomi tumbuh di angka 5% tahun ini, tekanan masih akan muncul dari sisi investasi dan ekspor.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan harga komoditas pangan, suku bunga acuan, dan kondisi rupiah akan menjadi hambatan utama dalam mengakselerasi konsumsi domestik maupun ekspor.
Dari sisi harga pangan, meski beras sudah mencatat penurunan harga, masih terdapat kenaikan pada komoditas cabai merah, cabai keriting, dan gula pasir. Akibatnya, terjadi perubahan harga yang mendorong masyarakat melakukan penyesuaian konsumsi.
“Penyesuaian konsumsi itu akan menghambat harapan agar konsumsi rumah tangga bisa tumbuh terutama di kuartal ketiga, di mana tidak ada momentum atau pola yang dapat mendorong konsumsi di kuartal tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/6/2024).
Sementara dari sisi suku bunga acuan atau BI Rate, berdampak pada konsumsi masyarakat karena tingkat bunga bank untuk kredit ikut terpengaruh.
Baca Juga
Ketika suku bunga masih relatif tinggi, Yusuf meyakini masyarakat akan melakukan pengereman terhadap konsumsi untuk pinjaman ke bank. Dengan kata lain, masyarakat akan menahan pengeluarannya dan menunggu sampai suku bunga lebih rendah dari saat ini.
Per April 2024, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25% setelah sebelumnya tertahan di level 6% sejak Oktober 2023.
Suku bunga yang tinggi tersebut pun terancam tertahan untuk waktu yang lama atau bahkan dilakukan penyesuaian, karena kondisi nilai tukar yang masih menunjukkan pelemahan.
Pada penutupan pasar sore hari ini, Rabu (12/6/2024), Bisnis mencatat rupiah ditutup melemah pada level Rp16.295 per dolar AS.
“Kondisi suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi kondisi suku bunga kredit dan juga relatif akan lebih tinggi sehingga akan mengerem ke masyarakat dalam melakukan konsumsi kemudian juga mengerem kelompok lapangan usaha dalam melakukan ekspansi usaha,” jelas Yusuf.
Padahal, pemerintah Indonesia mengharapkan pertumbuhan ekonomi Tanah Air berada di level 5,2% secara keseluruhan tahun. Per kuartal I/2024, ekonomi berhasil tumbuh 5,11% (year-on-year/yoy).
Tantangan lainnya yang Yusuf lihat yakni kondisi ekspor, yang memiliki kontribusi 21,37% (yoy) pada kuartal I/2024.
Langkah pemerintah yang digaungkan dengan diversifikasi negara tujuan ekspor bukanlah solusi jangka pendek untuk mendorong kinerja ekspor. Menurutnya, aksesi produk usaha menengah ke pasar ekspor dapat menjadi solusi.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjamin bahwa ekonomi Indonesia akan tetap beradaya tahan meski suku bunga naik dan di tengah tekanan global.
“Perkembangan terkini menunjukkan kegiatan ekonomi pada triwulan II/2024 tetap baik, sebagaimana tercermin pada kinerja positif sejumlah indikator konsumsi rumah tangga dan investasi, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan Purchasing Managers' Index [PMI] Manufaktur,” katanya, dikutip Jumat (24/5/2024).
Faktanya, dalam Survei Konsumen Bank Indonesia Juni 2024, Indeks Ekspektasi Penghasilan, Indeks Ekspektasi Tenaga Kerja,dan Indeks Ekspektasi Pembelian Barang Lama atau Barang Modal tercatat turun.