Bisnis.com, JAKARTA - Perum DAMRI menemukan adanya indikasi fraud pada Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (Perum PPD) saat penggabungan atau merger kedua perusahaan. Perusahaan menyebut potensi kerugian akibat tindakan tersebut mencapai sekitar Rp23,19 miliar.
Perum PPD resmi bergabung dengan Perum DAMRI melalui penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) No 30/2023 tanggal 6 Juni 2023, tentang Penggabungan Perum PPD ke Dalam Perum Damri
Direktur Utama DAMRI Setia N. Milatia Moemin menjelaskan, temuan tersebut didapat setelah perusahaan melakukan audit khusus kepada 25 karyawan eks Perum PPD yang diduga terlibat dalam rekayasa pertanggungjawaban fiktif.
"Dari audit tersebut, kami menemukan keterlibatan 29 eks karyawan dan pimpinan Perum PPD dengan jumlah kerugian Rp23,19 miliar. Kami mohon dukungan dari seluruh anggota DPR, agar hal ini bisa diselesaikan," jelas Setia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR yang dikutip dari kanal YouTube, Selasa (11/6/2024).
Setia menuturkan, DAMRI telah melaporkan temuan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 April 2023, 12 Mei 2023, Dan 29 Mei 2023. Temuan tersebut juga telah direspons oleh Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK.
Selanjutnya, DAMRI juga telah berkoordinasi dengan Tim Kawal BUMN. Setia menuturkan, Tim tersebut menyarankan DAMRI untuk meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baca Juga
Dia melanjutkan, Satuan Pengawasan Internal (SPI) DAMRI juga telah melakukan beberapa kali pemaparan atau expose atas hasil pemeriksaan itu kepada BPKP Pusat Dan BPKP Perwakilan DKI Jakarta.
Setia menuturkan, dari total potensi kerugian sebesar Rp23,19 miliar, sebagian telah dikembalikan ke perusahaan sebesar Rp2,62 miliar sehingga masih ada kerugian yang dialami perusahaan sebesar Rp21,13 miliar.
Setia melanjutkan, SPI masih terus melakukan klarifikasi terhadap pimpinan dan karyawan terkait. Dia menyebut, dari 29 orang yang terindikasi melakukan fraud, ada 10 orang yang belum diklarifikasi karena menolak datang.
Di luar temuan ini, dia juga melaporkan masih ada kasus yang saat ini tengah berproses Di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.
Kasus tersebut terkait tindak pidana penipuan dan penggelapan kepada beberapa pihak yang diindikasi menjadi bagian dari upaya pencucian uang yang berasal dari rekening PPD ke 19 perusahaan.
Selain itu, Setia mengatakan, adanya temuan hutang PPN yang ditarik dari pihak ketiga atau disebut wajib pungut (WAPU) tetapi tidak disetorkan kepada negara. Dia menuturkan, hutang PPh dan PBB yang belum dibayarkan Perum PPD senilai Rp44 miliar pada Juni 2023.
"Setelah merger DAMRI-PPD, berdasarkan koordinasi dengan Ditjen Pajak, perusahaan bertanggungjawab untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban tersebut. Kami sudah meminta untuk melakukan pembayaran hutang ex-PPD ini secara bertahap," jelasnya.