Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap kondisi industri tekstil dan garmen yang banyak gulung tikar hingga melakukan pemutusan hubungan kontrak (PHK) massal pekerja. Hal ini memunculkan persepsi bahwa industri tekstil tengah masuk fase sunset industry.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan, meski tak dipungkiri kinerja tekstil masih terseok-seok, kondisi tersebut dinilai bersifat sementara yang tak lain karena sepinya pesanan lantaran banjir impor tekstil di pasar domestik.
"Tekstil dan garmen Indonesia tidak dalam posisi sunset. Bahkan, setelah Covid-19, TPT [tekstil dan produk tekstil] berkembang baik. Saat ini, mengalami kendala penurunan permitaan ekspor, tetapi kami yakin ini masalah temporary," kata Danang kepada Bisnis, Selasa (11/6/2024).
Pihaknya telah meminta usulan perbaikan kebijakan kepada pemerintah adalah mengatur arus laju impor tekstil dan garmen berupa barang jadi ke indonesia. Padahal, pasar domestik disebut potensial untuk dioptimalkan.
Menurut Danang, untuk membangkitkan industri tekstil dan garmen, pemerintah mestinya mendukung dengan menahan laju impor barang jadi. Sementara, saat ini regulasi yang berlaku yaitu relaksasi impor melalui Permendag No. 8/2024.
"Padahal, importasi terjadi sering tidak fair karena perlakuan pengenaan perpajakan yang berbeda," jelasnya.
Baca Juga
Dia mendorong pemerintah untuk segera membatasi importasi guna mempertahankan bisnis industri, termasuk industri kecil dan menengah (IKM) yang akan terdampak.
Tak hanya pengendalian impor, peningkatan daha beli produk lokal dengan cara pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi pada produk impor penting untuk diterapkan.
"Proteksi safeguard juga sudah diajukan, namun pemerintah belum membuat keputusan," pungkasnya.
Sebelumnya, berdasarkan laporan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) tercatat sebanyak 10.800 pekerja tekstil kena PHK dari 5 pabrik pada periode Januari-Mei 2024.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan, pesanan tekstil di pabrik lokal masih lemah, bahkan ada pabrik yang akhirnya tutup karena tidak ada order sama sekali. Tak hanya lokal, pasar ekspor pun masih dalam tren menurun.
"Yang lokal karena pasar dalam negeri dipenuhi oleh barang-barang tekstil impor khususnya dari China sehingga produk tekstil dalam negeri tidak bisa laku karena kalah harga jual," kata Ristadi kepada Bisnis, Kamis (6/6/2024).
Di sisi lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, narasi atau pandangan mengenai industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan sektor sunset industry itu bisa dibantah atau dipatahkan.
"Saya khawatir, narasi ini sengaja dibuat, agar Indonesia tidak lagi memperhatikan atau mendukung industri tekstil nasional sehingga kita lepas saja dimasukin oleh barang-barang impor,” tuturnya.
Merujuk data survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada 2 bulan terakhir, industri TPT yang merupakan bagian dari 23 subsektor yang didata, menunjukkan kinerja yang ekspansif.
Pada triwulan I/2024, industri TPT mulai menunjukkan perbaikan kinerja yang signifikan, di mana PDB-nya mengalami pertumbuhan sebesar 2,64% (y-o-y).
Demikian juga secara quartal-to-quartal mengalami peningkatan 5,92% dibandingkan Q4-2023 yang mengalami kontraksi -1,15%. Performa positif industri TPT juga tercemin dari capaian nilai ekspornya pada triwulan I/2024 yang mengalami peningkatan sebesar 0,19% atau senilai US$2,95 miliar.