Bisnis.com, JAKARTA- Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih terjadi sepanjang awal 2024. Hal ini ditengarai pesanan tekstil yang masih lemah sejak 2022 lalu.
Berdasarkan laporan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) tercatat sebanyak 10.800 pekerja tekstil kena PHK dari 5 pabrik pada periode Januari-Mei 2024.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan pesanan tekstil di pabrik lokal masih lemah, bahkan ada pabrik yang akhirnya tutup karena tidak ada order sama sekali. Tak hanya lokal, pasar ekspor pun masih dalam tren menurun.
"Yang lokal karena pasar dalam negeri dipenuhi oleh barang-barang tekstil impor khususnya dari China, sehingga produk tekstil dalam negeri tidak bisa laku karena kalah harga jual," kata Ristadi kepada Bisnis, Kamis (6/6/2024).
Secara rinci, Ristadi memberikan data pabrik yang tutup dam melalukan PHK awal 2024, yaitu PT Sai Apparel di Semarang tutup dan PHK 8.000 pekerja. Lalu, PT Sinar Panca Jaya di Semarang melakukan efisiensi sebanyak 400 pekerja.
Selanjutnya, PT Pulomas Bandung memangkas pekerja 100 orang, PT Alenatex Bandung tutup dan PHK 700 pekerja, serta PT Kusuma Grup Karanganyar di Jawa Tengah tutup dan PHK 1.600 pekerja.
Baca Juga
Sebelumnya, pengusaha tekstil melalui Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mewanti-wanti pemerintah terkait potensi PHK massal yang disebabkan kebijakan kemudahan importasi barang.
Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif mengatakan kondisi relaksasi impor kembal membuat industri tekstil resmi yang membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak lainnya tidak bisa kompetitif dan kalah bersaing dengan serbuan impor barang jadi yang lebih murah.
"Kalau ini terus berlangsung berarti industri kami mau dikemanakan karena kita ada beban juga yang cukup besar ya, karyawan, gaji dan lain-lain. Jadi kami harap tentunya walaupun Pak Menteri Perdagangan bilang sulit untuk diubah ya harus tetap ada perbaikan kalau nggak nanti dampaknya akan ada terjadi PHK dari tenaga kerja," terangnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) proporsi tenaga kerja pada sektor industri manufaktur subsektor tekstil terus mengalami pelemahan. Pada 2018 serapannya mencapai 1,11% turun menjadi 1% pada 2019 dan turun menjadi 0,86% pada 2020 hingga di posisi 0,82 pada 2022.