Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeiu) Sri Mulyani Indrawati buka suara usai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa meminta agar target defisit APBN 2025 dirancang lebih rendah.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) tahun anggaran 2025 telah menetapkan target defisit pada kisaran 2,45% hingga 2,82% dari PDB.
Menurut Suharso, rentang target defisit tersebut masih bisa diturunkan hingga menjadi sebesar 1,5%-1,8% terhadap PDB. Penurunan ini untuk memberikan ruang fiskal yang lebih leluasa kepada pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Kami berharap Menteri Keuangan dan dari Komisi XI kalau memang itu disepakati, defisit itu bisa lebih turun lagi antara 1,5%-1,8%,” katanya dalam rapat kerja pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (5/6/2024).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Kemenkeu masih akan membahas terkait dengan usulan tersebut.
“Nanti dibahas,” katanya usai rapat kerja di Komisi XI DPR RI.
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa saat ini Kemenkeu masih tetap berpatokan pada angka defisit 2,45%-2,82% dalam menyusun RAPBN tahun 2025.
“Kami tetap [defisit APBN] di 2,45% sampai 2,82%. Seperti yang di dokumen KEM-PPKF," kata Suahasil.
Pada kesempatan sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPR RI Dolfie O.F.P. menyampaikan bahwa rentang defisit anggaran untuk APBN 2025 yang dirancang pemerintah saat ini relatif tinggi, sementara ruang belanja ditetapkan pada kisaran Rp3.500 triliun.
Bahkan, dia mengatakan tingkat defisit APBN untuk 2025 tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah transisi pemerintahan Indonesia.
“Defisit [APBN] transisi ini yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada. Jadi seharusnya lebih rendah defisitnya,” katanya.
Dolfie menilai defisit dan anggaran belanja yang sudah dirancang tinggi oleh pemerintahan saat ini berpotensi mempersempit ruang belanja pemerintahan baru.
Di sisi lain, pemerintahan yang baru harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 paling lambat 3 bulan setelah dilantik.
Selain itu, terbuka juga ruang bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan APBN-P untuk menyesuaikan belanja sesuai visi misi presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Presiden [Prabowo] belum bekerja, anggarannya sudah [dirancang] defisit, lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa? Nah inilah, karena ini anggaran transisi, cara berpikir kita juga transisi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Dolfie mengatakan penyusunan RAPBN di dalam panitia kerja antara DPR dan Pemerintah harus lebih diperjelas, terutama rancangannya harus bisa menyediakan ruang belanja yang lebih lebar bagi pemerintahan mendatang.