Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menetapkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 atau pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto melonjak ke kisaran 2,45%-2,82%.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa defisit anggaran yang dirancang tinggi pada 2025 mempertimbangkan pemerintahan baru yang akan melanjutkan program-program pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebagaimana diketahui, tingkat defisit pada APBN 2025 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan target defisit tahun ini yang ditetapkan sebesar 2,29% dalam APBN 2024.
“Pertama, tematiknya Presiden terpilih [Prabowo Subianto], yaitu mengusung tema keberlanjutan. Kedua, kita memang pemerintahan sekarang diminta untuk menyusun RKP [rencana kerja pemerintah] dan RAPBN,” katanya usai rapat kerja di Badan Anggaran DPR RI, Selasa (4/6/2024).
Meski demikian, Suharso mengatakan bahwa pemerintah terbuka jika pemerintahan Prabowo-Gibran melaksanakan APBN Perubahan (APBN-P).
“Itu hak dari presiden yang akan datang. Kalau memang dirasa bahwa APBN-nya nggak [sesuai] untuk pembangunan, silahkan dilakukan APBN-P, tidak ada masalah, itu bukan sesuatu yang dipertikaikan, itu, APBN-P sesuatu yang wajar,” katanya.
Baca Juga
Di samping itu, Suharso menjelaskan bahwa defisit anggaran yang melebar pada 2025 juga mempertimbangkan pembayaran bunga utang yang meningkat.
“Pembayaran bunga yang meningkat ini yang perlu di-streamline lagi kira-kira ke depan itu kalau melakukan belanja dengan sumber utang, sebaiknya belanja modal itu revenue based, artinya dia bisa secara self finance bisa membayar kembali utang-utang itu,” jelas Suharso.
Pada kesempatan sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPR RI Dolfie O.F.P. menilai bahwa rentang defisit anggaran untuk tahun 2025 yang dirancang pemerintah saat ini relatif tinggi, sementara ruang belanja ditetapkan pada kisaran Rp3.500 triliun.
Bahkan, dia mengatakan tingkat defisit APBN untuk 2025 tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah transisi pemerintahan Indonesia.
“Defisit transisi ini yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada. Jadi seharusnya lebih rendah defisitnya,” katanya.
Dolfie menilai defisit dan anggaran belanja yang sudah dirancang tinggi oleh pemerintahan saat ini berpotensi mempersempit ruang belanja pemerintahan baru.
Di sisi lain, pemerintahan yang baru harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 paling lambat 3 bulan setelah dilantik. Selain itu, terbuka juga ruang bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan APBN Perubahan (APBNP) untuk menyesuaikan belanja sesuai visi misi presiden terpilih.
“Presidennya belum bekerja, anggarannya sudah dirancang defisit, lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa? Nah inilah, karena ini anggaran transisi, cara berpikir kita juga transisi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Dolfie mengatakan penyusunan RAPBN di dalam panitia kerja antara DPR dan Pemerintah harus lebih diperjelas, terutama rancangannya harus bisa menyediakan ruang belanja yang lebih lebar bagi pemerintahan mendatang.