Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menurunkan target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi 1,5% hingga 1,8% dari PDB untuk tahun anggaran 2025.
Untuk diketahui, pemerintah dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) tahun anggaran 2025 telah merancang target defisit pada kisaran 2,45% hingga 2,82% dari PDB.
Suharso mengatakan bahwa usulan target defisit untuk tahun anggaran 2025 sebesar 1,5%-1,8% dimaksudkan agar memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintahan yang baru.
“Kami berharap Menteri Keuangan dan dari Komisi XI kalau memang itu disepakati, defisit itu bisa lebih turun lagi antara 1,5%-1,8%,” katanya dalam rapat kerja pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (5/6/2024).
Suharso mengatakan, selanjutnya, berdasarkan UU No. 17/2007, pemerintahan yang baru diberikan keleluasaan untuk melaksanakan APBN perubahan (APBN-P) untuk menyesuaikan program belanja pada tahun pertama pemerintahan.
Pada kesempatan sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPR RI Dolfie O.F.P. menilai bahwa rentang defisit anggaran untuk tahun 2025 yang dirancang pemerintah saat ini relatif tinggi, sementara ruang belanja ditetapkan pada kisaran Rp3.500 triliun.
Baca Juga
Bahkan, dia mengatakan, tingkat defisit APBN untuk 2025 tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah transisi pemerintahan Indonesia.
“Defisit transisi ini yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada. Jadi, seharusnya lebih rendah defisitnya,” katanya.
Dolfie menilai defisit dan anggaran belanja yang sudah dirancang tinggi oleh pemerintahan saat ini berpotensi mempersempit ruang belanja pemerintahan baru.
Di sisi lain, pemerintahan yang baru harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 paling lambat 3 bulan setelah dilantik. Selain itu, terbuka juga ruang bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan APBN-P untuk menyesuaikan belanja sesuai visi misi presiden terpilih (Prabowo Subianto).
“Presiden [Prabowo] belum bekerja, anggarannya sudah [dirancang] defisit, lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa? Nah inilah, karena ini anggaran transisi, cara berpikir kita juga transisi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Dolfie mengatakan penyusunan RAPBN di dalam panitia kerja antara DPR dan Pemerintah harus lebih diperjelas, terutama rancangannya harus bisa menyediakan ruang belanja yang lebih lebar bagi pemerintahan mendatang.